KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah sempat menyentuh level tertinggi pada, Senin (23/3), harga minyak dunia kembali melemah. Rabu (25/4) harga pukul 18.00 WIB, harga minyak west texas intermediate (WTI) untuk pengiriman Juni 2018 di New York Mercantile Exchange naik tipis 0,30% ke US$ 67,90 per barel. Meski tercatat naik, harga tersebut sudah kembali turun sejak pernah menyentuh harga tertinggi di US$ 68,64 pada Senin (23/4). Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures mengatakan penurunan harga minyak disebabkan stok minyak dunia bertambah seiring AS gencar menambah produksi minyak.
"Setiap ada aksi OPEC untuk memangkas produksi minyak dan menjaga kejatuhan harga minyak, disisi lain AS meningkatkan kegiatan sumur pengeboran minyak," kata Deddy, Rabu (25/4). Deddy mengatakan jumlah sumur pengeboran minyak di AS mencapai 820 unit. Sepekan lalu, produksi minyak AS pun mencapai 10,4 juta barel per hari. "Sentimen tarik menarik produksi minyak ini yang mempengaruhi harga minyak turun," kata Deddy. Selain itu harga minyak kembali tergelincir karena mulai meredanya ketegangan antara AS dan Iran yang menimbulkan kekhawatiran terhadap pasokan minyak Iran ke pasar global jadi semakin banjir. Deddy mengatakan selama ini ekspor minyak Iran ke pasar global sebesar 2 juta hingga 4 juta barel per hari. "Pasokan yang banyak bikin harga minyak turun," kata Deddy. Bahkan, saat ini produksi minyak di AS sudah melebihi produksi minyak di Arab Saudi yang hanya 10 juta barel per hari. Sementara AS mampu memproduksi minya 10,4 juta barel per hari. Deddy memproyeksikan bila produksi minyak AS makin gencar maka berpotensi mengalahkan produksi minyak Rusia yang kini mampu memproduksi minyak 11 juta per barel. Harga minyak cenderung menurun kembali juga didukung data American Petroleum Institute yang mengatakan persediaan minyak mingguan di AS naik sebesar 1,1 juta barel. Faktor ini semakin menambah sentimen negatif pada harga minyak. Saat ini pelaku pasar sedang menanti hasil pertemuan OPEC (Organization of the Petroleum Exporting Countries) di Juni 2018. Di pertemuan tersebut akan ditentukan pemangkasan produksi akan diperpanjang hingga 2019 atau tidak. Deddy memproyeksikan bila tujuan OPEC masih ingin menstabilkan harga minyak di US$ 65 per barel dengan target harga minyak di US$80 per barel, maka OPEC akan memperpanjang masa pemangkasan minyak. Di sisi lain, Deddy menyampaikan Goldman Sachs permintaan minyak di Asia meningkat yang dipimpin permintaan dari China. "Sepanjang April impor minyak China diproyeksikan mencapai 9 juta barel per hari dan ini tertinggi sepanjang sejarah," kata Deddy. Bila benar permintaan minyak dari China meningkat maka Deddy memproyeksikan harga minyak masih akan cenderung meningkat. Ditambah, OPEC masih ingin menjaga harga minyak untuk tetap stabil dan hal ini didukung dari tingkat kepatuhan negara-negara yang tergabung dalam OPEC. Maka, Deddy memproyeksikan penurunan harga minyak saat ini akan terjadi dalam jangka pendek saja. Sementara untuk jangka panjang apa yang dilakukan OPEC akan membuat harga minyak cenderung naik.
Deddy menganalisis jika di tahun ini harga minyak stabil diatas US$ 60 per barel maka harga minyak masih akan bergerak bullish bahkan berpotensi menguat hingga 2019. Secara teknikal Deddy menganalisis harga masih bergulis stabil di atas MA 50,100 dan 200. Stochastic di area 53 mengindikasikan peluang penguatan. RSI berada di area 58 juga memberikan potensi menguat. MACD berada di area positif pun memberikan harga cenderung menguat. Pada perdagangan, Kamis (26/4) Deddy memproyeksikan harga minyak berada di kisaran US$ 67,20 per barel hingga US$ 68,21 per barel. Sementara range sepekan berada di US$ 66,70 per barel hingga US$69,40. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia