JAKARTA. Harga minyak mentah tersulut spekulasi penurunan produksi minyak Amerika Serikat (AS). Namun, harga minyak masih rawan terkoreksi akibat banjir suplai dari anggota The Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Mengutip Bloomberg, Jumat (5/6), minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Juli 2015 di New York Merchantile Exchange naik 1,94% menjadi US$ 59,13 per barel. Meski demikian, sepekan terakhir, harganya masih turun 1,94%. Baker Hughes Inc melaporkan, sejak Oktober lalu, jumlah rig pengeboran minyak yang beroperasi di AS anjlok 60%. Ini jumlah terendah dalam lima tahun terakhir. Produksi shale oil mulai turun pada Mei lalu. "Harga naik karena prospek penurunan pasokan dari AS. Tapi, jika tidak segera terlihat penurunan jumlah produksi di AS, harga akan kembali tertekan," kata Gene McGillian, analis senior Tradition Energy kepada Bloomberg, Sabtu (6/6).
Research and Analyst Monex Investindo Futures Agus Chandra bilang, sentimen pengurangan operasional rig di Amerika akan membantu harga minyak lanjut reli pada awal pekan ini. "Apalagi, muncul optimisme di pasar setelah anggota OPEC meyakini harga minyak bisa melambung ke level US$ 75 per barel di akhir tahun ini," katanya. Suplai tetap melimpah Namun, Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst Fortis Asia Futures, memprediksi, kenaikan harga minyak hanya sementara. Ia memperkirakan, pasokan di pasar global akan tetap melimpah. Pada pertemuan Jumat (5/6), OPEC memutuskan mempertahankan kuota produksi sebesar 30 juta barel per hari guna merebut pangsa pasar. Morgan Stanley dan Barclays Plc menduga, masih ada risiko 12 anggota OPEC mengerek target produksi. Pasalnya, selama 12 bulan berturut-turut, OPEC memompa minyak melebihi kuota.