Harga Minyak Ditutup Bervariasi, Brent Turun Tipis dan WTI Menguat ke US$ 106,13



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak ditutup bervariasi pada sesi sebelumnya karena kekhawatiran pasokan dan ketegangan geopolitik di Eropa menguasai kekhawatiran ekonomi yang mengganggu pasar keuangan lantaran inflasi melonjak.

Kamis (12/5), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Juli 2022 turun 6 sen dan ditutup di US$ 107,45 per barel.

Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Juni 2022 ditutup naik 0,4% ke US$ 106,13 per barel.

"Perdagangan tipis dan tidak ada yang tahu apa yang akan menggerakkan jarum," kata John Kilduff, Partner di Again Capital LLC di New York.

Larangan Uni Eropa yang tertunda atas minyak dari Rusia, pemasok utama minyak mentah dan bahan bakar ke blok tersebut, diperkirakan akan semakin memperketat pasokan global.

Baca Juga: Harga Minyak Koreksi Lebih Dari 1%, Dirundung Ketakutan Resesi Global

Uni Eropa masih menawar rincian embargo Rusia, yang membutuhkan dukungan bulat. Namun, pemungutan suara telah ditunda karena Hungaria menentang larangan tersebut karena akan terlalu mengganggu perekonomiannya.

Secara lebih luas, harga minyak dan pasar keuangan telah berada di bawah tekanan minggu ini di tengah kegelisahan atas kenaikan suku bunga, penguatan dolar AS dalam dua dekade, dan kekhawatiran atas inflasi dan kemungkinan resesi.

Penguncian Covid-19 yang berkepanjangan di importir minyak mentah utama dunia, China, juga berdampak pada pasar.

"Kemerosotan pertumbuhan permintaan tidak bisa datang pada waktu yang lebih baik, dengan China tampaknya di ambang mengunci ibukota Beijing pada saat tertentu," kata Bob Yawger, Director of Energy Futures di Mizuho.

Terlebih, inflasi AS pada bulan April 2022 melonjak 8,3% secara tahunan (yoy), memicu kekhawatiran tentang kenaikan suku bunga yang lebih besar, dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

"Melonjaknya harga pompa dan melambatnya pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan secara signifikan mengekang pemulihan permintaan sepanjang sisa tahun ini dan hingga 2023," kata International Energy Agency (IEA) dalam laporan bulanannya.

"Lockdown yang diperpanjang di seluruh China ... mendorong perlambatan signifikan di konsumen minyak terbesar kedua di dunia," tambah badan tersebut.

Baca Juga: Wall Street Masih Loyo, Dow Jones dan S&P 500 Ditutup Koreksi

Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak dunia pada 2022 untuk bulan kedua berturut-turut, mengutip dampak invasi Rusia ke Ukraina, meningkatnya inflasi, dan kebangkitan varian virus corona Omicron di China.

Pada hari Rabu, harga minyak melonjak 5% setelah Rusia memberikan sanksi kepada 31 perusahaan yang berbasis di negara-negara yang memberlakukan sanksi terhadap Moskow setelah invasi Ukraina.

Itu menciptakan kegelisahan di pasar pada saat yang sama bahwa aliran gas alam Rusia ke Eropa melalui Ukraina turun seperempat. Ini adalah pertama kalinya ekspor melalui Ukraina terganggu sejak invasi.

Editor: Anna Suci Perwitasari