KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak melonjak lebih dari 3% ke level tertinggi dalam tiga bulan karena kekhawatiran gangguan pasokan dari paket sanksi Amerika Serikat (AS) yang menargetkan pendapatan minyak dan gas Rusia. Jumat (10/1), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2025 ditutup menguat US$ 2,84 atau 3,7% ke level US$ 79,76 per barel. Pada sesi ini, Brent sempat tembus ke atas US$ 80 per barel untuk pertama kalinya sejak 7 Oktober. Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2025 ditutup naik US$ 2,65, atau 3,6% ke US$ 76,57 per barel, juga tertinggi dalam tiga bulan.
Pada sesi tertingginya, kedua kontrak minyak mentah melonjak lebih dari 4% setelah pedagang di Eropa dan Asia mengedarkan dokumen yang tidak diverifikasi yang merinci sanksi AS terhadap Rusia. Sokongan bagi harga minyak datang setelah pemerintahan Presiden Joe Biden memberlakukan sanksi baru yang menargetkan produsen minyak, tanker, perantara, pedagang, dan pelabuhan Rusia, yang bertujuan untuk menyerang setiap tahap rantai produksi dan distribusi minyak Moskow.
Baca Juga: Tumpahan Minyak Laut Hitam Meluas, Otoritas Rusia Berupaya Atasi Dampak Sumber dalam perdagangan minyak Rusia dan penyulingan India mengatakan kepada Reuters bahwa sanksi tersebut akan sangat mengganggu ekspor minyak Rusia ke pembeli utamanya, India dan China. "India dan China (sedang) berjuang keras saat ini untuk menemukan alternatif," kata Anas Alhajji, mitra pengelola di Energy Outlook Advisors, dalam sebuah video yang diunggah ke jejaring sosial X. Sementara itu, analis UBS Giovanni Staunovo mengatakan sanksi tersebut akan memangkas volume ekspor minyak Rusia dan membuatnya lebih mahal. Waktu penerapannya, hanya beberapa hari sebelum pelantikan Presiden terpilih Donald Trump, membuat kemungkinan Trump akan mempertahankan sanksi tersebut dan menggunakannya sebagai alat negosiasi untuk perjanjian damai Ukraina, Staunovo menambahkan. Harga minyak juga menguat karena cuaca dingin ekstrem di AS dan Eropa telah meningkatkan permintaan minyak pemanas, kata Alex Hodes, analis di perusahaan pialang StoneX. "Kami memiliki beberapa pelanggan di Pelabuhan New York yang telah melihat peningkatan permintaan minyak pemanas," kata Hodes. "Kami juga telah melihat penawaran untuk bahan bakar pemanas lainnya," tambahnya.
Baca Juga: Wall Street Anjlok: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Kompak Ditutup Melemah Lebih dari 1,5% Harga minyak diesel berkadar sulfur sangat rendah AS, yang sebelumnya disebut kontrak minyak pemanas, naik 5,1% dan ditutup pada $105,07 per barel, tertinggi sejak Juli. "Kami mengantisipasi peningkatan permintaan minyak global tahun-ke-tahun yang signifikan sebesar 1,6 juta barel per hari pada kuartal pertama tahun 2025, terutama didorong oleh ... permintaan minyak pemanas, minyak tanah, dan LPG," kata analis JPMorgan dalam sebuah catatan pada hari Jumat.
Editor: Anna Suci Perwitasari