Harga Minyak Ditutup Menguat, Tersulut Ketegangan Geopolitik dan Data Ekonomi



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak naik pada akhir perdagangan Selasa (30/1), karena perkiraan pertumbuhan ekonomi global yang lebih tinggi dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah mengimbangi kekhawatiran seputar permintaan China.

Selasa (30/1), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak bulan Maret 2024 ditutup naik 47 sen menjadi US$ 82,87 per barel. Sedangkan, untuk kontrak pengiriman April 2024 yang lebih aktif, Brent ditutup naik 67 sen ke US$ 82,50 per barel.

Serupa, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2024 ditutup naik US$ 1,04, atau 1,35% ke US$ 77,82 per barel.


Sentimen utama datang dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang menaikkan perkiraan pertumbuhan ekonomi global, meningkatkan prospek AS dan China karena pelonggaran inflasi yang lebih cepat dari perkiraan.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Situasi Timur Tengah Selasa (30/1), WTI ke US$76,93

Pada hari Senin (29/1), kedua kontrak minyak mentah turun lebih dari US$ 1 karena krisis real estat yang semakin parah di China memicu kekhawatiran atas permintaan konsumen minyak mentah terbesar di dunia, dengan pengadilan Hongkong memerintahkan likuidasi perusahaan properti China Evergrande Group.

“Masih ada kekhawatiran mengenai apa yang kita lihat di China, namun fundamentalnya, dari sudut pandang risiko pasokan, masih sangat bullish,” kata Phil Flynn, analis Price Futures Group.

Berlanjutnya konflik di Timur Tengah juga memberikan dukungan kepada pasar minyak.

Presiden AS Joe Biden mengatakan, dia telah mengambil keputusan tentang bagaimana menanggapi serangan pesawat tak berawak ketika dia mempertimbangkan untuk menghukum milisi yang didukung Iran tanpa memicu perang yang lebih luas.

“Kenaikan terbaru mungkin didorong oleh beberapa pelaku pasar yang menambahkan beberapa posisi setelah Presiden AS Biden memutuskan bagaimana harus bereaksi,” kata Giovanni Staunovo, analis di UBS.

Dari sisi pasokan, AS mulai menerapkan kembali sanksi terhadap Venezuela di minggu ini setelah pengadilan tinggi negara tersebut menguatkan larangan yang menghalangi pencalonan calon oposisi utama dalam pemilihan presiden akhir tahun ini.

Sementara itu, Saudi Aramco mengatakan, telah menerima arahan dari Kementerian Energi Saudi untuk mempertahankan kapasitas berkelanjutan maksimumnya pada angka 12 juta barel per hari dan tidak terus meningkatkannya menjadi 13 juta barel per hari.

Arab Saudi adalah eksportir minyak terbesar di dunia.

Baca Juga: Wall Street Mixed: Indeks Nasdaq dan S&P 500 Koreksi, Dow Perkasa

“Meskipun kami masih ragu untuk berspekulasi mengenai motivasi keputusan ini, kami melihat potensi pengakuan terhadap gambaran pasokan global yang lebih kuat daripada yang selama ini diapresiasi secara luas,” kata Walt Chancellor, ahli strategi energi di Macquarie, dalam sebuah catatan.

Pertemuan OPEC+ pada 1 Februari kemungkinan besar tidak akan menghasilkan keputusan mengenai kebijakan minyak kelompok tersebut untuk bulan April, dan para analis berharap pertemuan ini dapat memberi petunjuk mengenai rencana produksi.

Stok minyak mentah AS turun 2,5 juta barel sementara persediaan bensin naik 600.000 barel dalam pekan yang berakhir 26 Januari, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute pada hari Selasa. Data resmi pemerintah AS akan dirilis pada hari Rabu.

Editor: Anna Suci Perwitasari