Harga Minyak Ditutup Naik 3%, Tersengat Ketegangan di Timur Tengah yang Memanas



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak ditutup naik hampir 3% karena investor khawatir konflik di Timur Tengah dapat meluas setelah terbunuhnya seorang pemimpin Hamas di Iran, dan adanya penurunan tajam stok minyak mentah Amerika Serikat (AS).

Rabu (31/7), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman September 2024, yang berakhir pada hari Rabu, ditutup naik US$ 2,09, atau 2,66% ke US$ 80,72 per barel. Sedangkan Brent untuk kontrak pengiriman Oktober 2024 yang lebih aktif, ditutup naik US$ 2,77 ke US$ 80,84 per barel.

Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman September 2024 ditutup naik US$ 3,18 atau 4,26% menjadi US$ 77,91 per barel. Ini jadi kenaikan harian terbesar sejak Oktober 2023.


Namun, sepanjang bulan Juli ini, Brent sudah anjlok hampir 7% dengan WTI turun hampir 4%.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik Lebih US$2 karena Ketegangan Timur Tengah Rabu (31/7)

Data pemerintah AS menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS turun 3,4 juta barel di minggu lalu. Posisi tersebut lebih dari tiga kali lipat penurunan 1,1 juta barel yang diharapkan analis dalam jajak pendapat Reuters. 

Stok minyak AS turun selama lima minggu berturut-turut, penurunan terpanjang sejak Januari 2021.

"Ekspor yang kuat telah membantu mengimbangi aktivitas penyulingan yang lebih rendah dan impor yang kuat untuk mendorong penarikan kelima berturut-turut pada persediaan minyak mentah," kata Matt Smith, Lead Oil Analyst di Kpler, yang menyebut laporan itu "cukup mendukung" harga minyak.

"Risiko geopolitik tetap menjadi pendorong utama reli hari ini," kata Smith.

Sehari sebelumnya, Brent dan WTI sama-sama melemah sekitar 1,4%, dan ditutup pada level terendah dalam tujuh minggu setelah jatuh minggu lalu karena harapan akan perjanjian gencatan senjata di Gaza yang dapat meredakan ketegangan Timur Tengah dan kekhawatiran pasokan yang menyertainya.

Ketegangan di wilayah penghasil minyak memanas semalam setelah berita bahwa pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dibunuh di Iran.

Ini terjadi sehari setelah pemerintah Israel mengklaim telah membunuh komandan paling senior Hizbullah dalam serangan udara di Beirut sebagai balasan atas serangan roket hari Sabtu di Israel.

Secara terpisah, AS juga melakukan serangan di Irak dalam konflik terbaru di wilayah tersebut.

"Perkembangan semalam dan peningkatan risiko geopolitik hanya memberikan penangguhan sementara untuk patokan minyak. Kecuali infrastruktur minyak dan gas terpukul, lonjakan terbaru tidak mungkin bertahan lama," kata Gaurav Sharma, seorang analis minyak independen di London.

Baca Juga: Wall Street Reli: Dow, S&P 500, Nasdaq Melaju Usai Sinyal Pemangkasan Suku Bunga Fed

Sementara itu, penurunan 0,4% dalam indeks dolar AS juga mendukung harga minyak. Dolar yang lebih lemah dapat meningkatkan permintaan minyak dengan membuat komoditas yang diperdagangankan dalam dolar AS lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. 

Yang membatasi kenaikan harga minyak mentah adalah kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar di China, importir minyak mentah terbesar dunia.

Aktivitas manufaktur China pada bulan Juli menyusut untuk bulan ketiga, survei pabrik resmi menunjukkan pada hari Rabu.

Kapasitas produksi cadangan yang cukup yang dimiliki oleh anggota OPEC juga membebani harga.

OPEC+ diperkirakan akan tetap berpegang pada kesepakatan mereka saat ini tentang produksi dan mulai membatalkan beberapa pemotongan produksi mulai bulan Oktober.

Para menteri utama dari OPEC+, akan mengadakan pertemuan komite pemantauan menteri gabungan (JMMC) daring pada hari Kamis.

Editor: Anna Suci Perwitasari