KONTAN.CO.ID - Harga minyak mentah dunia mengalami penurunan mingguan terbesar lebih dari sebulan terakhir, dipicu kekhawatiran akan lemahnya permintaan dari ekonomi China yang melambat serta meredanya risiko pasokan dari konflik di Timur Tengah. Pada perdagangan Jumat (18/10), harga minyak mentah Brent turun 47 sen atau 0,6% menjadi US$73,93 per barel pada pukul 10.28 GMT. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$70,22 per barel, turun 45 sen atau 0,6%.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil Jumat (18/10), Tapi Mengarah ke Penurunan Mingguan Terdalam Kedua acuan harga minyak mentah ini diprediksi turun lebih dari 6% selama pekan ini, menjadikannya penurunan mingguan terbesar sejak 2 September 2024. Penurunan ini terjadi setelah OPEC dan International Energy Agency (IEA) menurunkan proyeksi permintaan minyak global untuk 2024 dan 2025. Selain itu, kekhawatiran akan potensi serangan balasan oleh Israel terhadap Iran yang dapat mengganggu ekspor minyak Tehran juga mereda. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi China, importir minyak terbesar dunia, melambat di kuartal ketiga tahun 2023. Meski begitu, data konsumsi dan produksi industri bulan September lebih baik dari perkiraan. Namun, output kilang minyak China menurun untuk ketiga kalinya berturut-turut, disebabkan oleh lemahnya konsumsi bahan bakar dan tipisnya margin pengolahan minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Tipis Pada Jumat (18/10), tapi Catat Penurunan dalam Sepekan Di tengah ketidakpastian ini, Bank Sentral China (PBOC) meluncurkan dua skema pendanaan yang akan menyuntikkan dana sebesar 800 miliar yuan (US$112,38 miliar) ke pasar saham melalui kebijakan moneter baru, meskipun hal ini belum cukup untuk mendongkrak harga minyak. Harga minyak sedikit terbantu oleh data Energy Information Administration (EIA) yang menunjukkan penurunan persediaan minyak mentah, bensin, dan distilat di AS pekan lalu. Selain itu, penjualan ritel AS naik lebih dari perkiraan pada bulan September, dengan investor masih memperkirakan adanya pemotongan suku bunga oleh The Fed pada November mendatang. Hani Abuagla, Senior Market Analyst di XTB MENA menyatakan, “Data ekonomi positif dari AS sedikit mengurangi kekhawatiran akan pertumbuhan, namun pelaku pasar tetap memantau potensi pemulihan permintaan di China setelah langkah-langkah stimulus terbaru.” Meskipun begitu, pasar tetap waspada terhadap potensi lonjakan harga akibat ketegangan di Timur Tengah.
Baca Juga: Harga Minyak Naik, Didorong Penurunan Stok Minyak Mentah AS dan Ketegangan Geopolitik Kelompok militan Hezbollah dari Lebanon mengumumkan pada Jumat bahwa mereka memasuki fase baru dalam perang dengan Israel setelah tewasnya pemimpin Hamas, Yahya Sinwar. Tamas Varga, analis dari broker minyak PVM menambahkan, "Meskipun AS berharap bahwa kematian pemimpin ini akan membuka peluang untuk pembicaraan damai yang serius, hal itu tampaknya lebih merupakan keinginan daripada alternatif yang realistis." Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto