KONTAN.CO.ID - Harga minyak mentah turun lebih dari US$2 per barel pada Senin (25/11), menyusul laporan bahwa Israel dan Lebanon telah menyepakati kerangka kesepakatan untuk mengakhiri konflik antara Israel dan Hezbollah. Informasi ini mengutip pejabat senior Amerika Serikat (AS) yang tidak disebutkan namanya. Melansir Reuters, minyak mentah Brent ditutup pada US$73,01 per barel, turun US$2,16 atau 2,87%. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) melemah US$2,30 atau 3,23% menjadi US$68,94 per barel.
Baca Juga: Wall Street Menghijau, Indeks Saham Kecil Cetak Rekor Setelah Trump Tunjuk Bessent Israel menyatakan pada Senin bahwa pihaknya mendekati kesepakatan gencatan senjata dengan Hezbollah, meskipun masih ada beberapa isu yang perlu diselesaikan. Di sisi lain, pejabat Lebanon menyambut dengan optimisme namun tetap waspada, dengan menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai pihak yang sulit dipercaya. "Berita mengenai gencatan senjata antara Israel dan Lebanon tampaknya menjadi pendorong penurunan harga, meskipun tidak ada gangguan pasokan akibat konflik ini, dan premi risiko pada minyak sudah rendah sebelum penurunan terbaru," kata Giovanni Staunovo, analis UBS. Harga minyak cenderung berfluktuasi mengikuti kekhawatiran terkait gangguan pasokan. Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group, menulis bahwa laporan persetujuan Netanyahu terhadap gencatan senjata bisa menjadi katalis bearish bagi pasar minyak, tetapi detail lebih lanjut perlu dinantikan.
Baca Juga: Harga Minyak Acuan Kompak Melemah, Ketegangan Rusia dan Iran Tahan Koreksi Pekan lalu, harga minyak mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak akhir September, mencapai level penutupan tertinggi sejak 7 November. Lonjakan ini terjadi setelah Rusia meluncurkan rudal hipersonik ke Ukraina sebagai peringatan kepada Amerika Serikat dan Inggris, menyusul serangan Ukraina menggunakan senjata dari kedua negara tersebut. Minggu depan, kelompok produsen minyak OPEC+ dijadwalkan menggelar pertemuan online pada 1 Desember. Menteri Energi Azerbaijan, Parviz Shahbazov, mengatakan bahwa OPEC+ kemungkinan mempertahankan kebijakan pemangkasan produksi minyak yang berlaku sejak 1 Januari.
OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya seperti Rusia, telah menunda peningkatan produksi sepanjang tahun ini di tengah kekhawatiran lemahnya permintaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto