KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak naik pada hari Jumat (15/12), berada di jalur untuk mencatat kenaikan mingguan pertamanya dalam dua bulan. Setelah diuntungkan oleh perkiraan
bullish dari International Energy Agency (IEA) mengenai permintaan minyak untuk tahun depan dan melemahnya dolar. Melansir
Reuters, harga minyak Brent naik 51 sen atau 0,7% menjadi US$77,12 per barel pada pukul 1326 GMT. Sedangkan, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 52 sen atau 0,7% menjadi US$72,10.
Kedua acuan harga minyak tersebut berada di jalur untuk kenaikan mingguan yang moderat. Setelah terangkat oleh pengumuman pertengahan minggu dari The Fed bahwa mereka dapat memangkas biaya pinjaman tahun depan.
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Masih Dihadang Suku Bunga Tinggi Bank Sentral Global Sedangkan, dolar AS jatuh ke level terendah empat bulan pada hari Kamis setelah bank sentral AS mengindikasikan kenaikan suku bunga kemungkinan besar telah berakhir dan biaya pinjaman yang lebih rendah akan terjadi pada tahun 2024. Indeks dolar secara umum stabil pada hari Jumat ini. Dolar yang lebih lemah membuat minyak dalam mata uang dolar menjadi lebih murah bagi pembeli asing. IEA dalam sebuah laporan bulanan mengatakan, konsumsi minyak dunia akan naik 1,1 juta barel per hari (bph) pada tahun 2024, naik 130.000 bph dari perkiraan sebelumnya. Perkiraan 2024 adalah kurang dari setengah dari perkiraan pertumbuhan permintaan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) sebesar 2,25 juta barel per hari. "Pemangkasan produksi OPEC+ kemungkinan akan menjaga keseimbangan pasar minyak pada awal 2024 meskipun permintaan lebih lemah, yang akan meredakan kekhawatiran kelebihan pasokan saat ini," kata Commerzbank.
Baca Juga: Pasar Utama di Teluk Terpuruk Akibat Melemahnya Harga Minyak OPEC+, yang terdiri dari OPEC dan sekutu-sekutunya yang dipimpin oleh Rusia, pada akhir November menyetujui pemangkasan sukarela sekitar 2,2 juta barel per hari yang akan berlangsung selama kuartal pertama. Namun, data ekonomi yang lemah dari Jerman, negara dengan perekonomian terbesar di Eropa, dan China, importir minyak terbesar di dunia, membebani harga minyak. Indeks Pembelian Manajer (PMI) Komposit Flash Jerman HCOB, yang disusun oleh S&P Global, turun selama enam bulan berturut-turut menjadi 46,7 di bulan Desember dari 47,8 di bulan November, di bawah 48,2 yang diperkirakan oleh para ekonom.
Data yang dirilis oleh biro statistik China pada hari Jumat menunjukkan pengoperasian kilang pada bulan November turun ke level terendah sejak awal tahun 2023. Tekanan margin pada kilang non-pemerintah membuat mereka mengurangi produksi, sementara konsumsi diesel yang lesu membebani permintaan bahan bakar nasional. Terlepas dari kesengsaraan yang sedang berlangsung di pasar properti China, data juga menunjukkan kinerja yang lebih baik dari perkiraan dalam produksi industri dan peningkatan penjualan ritel, memberikan kelegaan pada sentimen pasar di tengah pemulihan ekonomi pasca-COVID di negara itu. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto