KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menutup kuartal I 2019, harga minyak dunia dinilai bergerak fluktuatif namun punya potensi besar meningkat sampai akhir kuartal II mendatang. Tak hanya itu, analis menilai harga minyak merupakan yang terbaik pergerakannya di pasar komoditas berjangka sepanjang kuartal I 2019. Mengutip
Bloomberg, Senin (1/4), pukul 16:07 WIB, harga minyak jenis
west texas intermediate (WTI) di bursa New York Marcentile Exchange (NYMEX) kontrak Mei 2019 , terpantau kembali menguat. Saat ini harga minyak WTI berada di level US$ 60,72 per barel. Harga ini meningkat 0,96% atau 0,58 poin dari posisi sebelumnya, US$ 60,14 per barel. Senada, jenis minyak brent di bursa ICE News Castle Exchange, juga menguat sebesar 1,42% atau 0,96 poin di level US$ 68,54 per barel.
Pada perdagangan sebelumnya harga minyak Brent juga ditutup menguat di level US$ 67,58 per barel. Analis Global Artha Futures Adnan Chaniago menilai pergerakan harga minyak pada kuartal I 2019 sangat dipengaruhi oleh keputusan Organisasi Negara-negara Penghasil Minyak (OPEC) dan beberapa produsen non-afiliasinya seperti Rusia. Seperti yang sudah diketahui, mereka menurunkan jumlah produksi minyak sampai 1,2 juta barel per hari, selama satu semester. "Namun dalam perjalanannya, Rusia tidak mematuhi hal tersebut, hingga ditegaskan kembali oleh lembaga OPEC. Nah, kedisplinan pemangkasan produksi minyak baru benar-benar terjadi pada Maret 2019. Bahkan di bulan yang sama, harga minyak kembali mencicipi posisi US$ 60,50 per barel," jelas Adnan kepada Kontan, Senin (1/4). Kebijakan ini memang ampuh menaikkan kembali harga minyak yang sempat merosot 40% di tahun lalu. Melansir
Bloomberg, kebijakan ini bahkan mampu bangkit naik sebesar 32% sepanjang kuartal I 2019. Ia melanjutkan, perundingan perang dagang walau mewarnai pula pergerakan harga minyak, dipandang tidak terlalu signifikan memberi kekuatan pada harga minyak. Namun, hal ini mampu memberikan optimisme pada pelaku pasar untuk kembali ke pasar komoditas. "AS dan China memang konsumen minyak terbesar di dunia. Tetapi pengaruh perang dagang ini tidak terlalu signifikan bagi pergerakan harga minyak. Pemangkasan OPEC paling berpengaruh," tambah Adnan. Dengan demikian, Adnan menilai usaha AS yang mencoba mengisi kekosongan produksi minyak dengan menggenjot pasokannya, dianggap mampu menjadi hambatan penguatan harga minyak. "Tapi perlu diperhatikan pula jika pelaku pasar tidak menghiraukan AS. Ini dilihat dari pernyataan Trump soal harga minyak yang dianggap terlalu tinggi, tidak melemahkan harga minyak. Sebaliknya terkerek karena perundingan dagang," ujarnya. Saat ini, perundingan perang dagang, memasuki masa mencari perdamaian bagi kedua belah pihak. Pada 27 - 28 Maret 2019 terjadi adanya pertemuan Wakil Perdana Menteri China, Liu He, dengan dua utusan Donald Trump, Perwakilan Dagang AS, Robert Lightnizer dan Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin di Beijing, China. Pertemuan ini mendorong penguatan harga minyak. Hal ini pun diprediksi akan terjadi pada pertemuan perundingan dagang AS-China di Washington, AS mendatang. Ini pula yang menjadi modal penguatan harga minyak ke depannya, selain kedisiplinan OPEC memangkas volume minyaknya.
"Setidaknya sampai kuartal II, sentimen yang sama masih akan membayangi harga minyak. Diperkirakan, harga minyak dapat mencapai level atau target harga di rentang US$ 65,00 per barel - US$ 75,00 per barel pada akhir kuartal II mendatang," kata Adnan. Dirinya juga melihat secara teknikal, harga minyak akan terus meningkat. Pergerakan harga minyak saat ini berada di atas MA 50 dan 100, dan di bawah 200. RSI berada di area positif 14, lalu Stochastic ada di level 9,6. Sedangkan MACD ada di 12,26. Semua indikator ini, menunjukkan
Buy yang kuat. Adnan memproyeksikan, harga minyak pada esok hari bergulir di rentang US$ 62,45 per barel - US$ 65,00 per barel. Sementara selama sepekan ke depan, harga minyak diperkirakan ada di kisaran US$ 58,80 per barel - US$ 65,00 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli