KONTAN.CO.ID. Harga minyak naik sekitar 3% pada Senin (4/11), setelah OPEC+ memutuskan menunda rencana peningkatan produksi selama satu bulan. Pasar menghadapi minggu penting yang juga mencakup pemilu presiden Amerika Serikat (AS). Kandidat dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dan kandidat Partai Republik, Donald Trump, bersaing ketat dalam jajak pendapat menjelang Pemilu pada Selasa (5/11).
Baca Juga: Harga Minyak Naik lebih dari 2%, Didorong Penundaan Kenaikan Produksi OPEC Pemenang mungkin baru akan diketahui beberapa hari setelah pemungutan suara berakhir. Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$2,13 per barel atau 2,9%, mencapai US$75,23 per barel pada pukul 11:23 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$2,15 per barel atau 3,1%, menjadi US$71,64. Pada hari Minggu, OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, termasuk Rusia, memutuskan memperpanjang pemotongan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari (bph) selama sebulan lagi hingga Desember. Kenaikan produksi yang semula direncanakan pada Oktober ditunda karena harga yang menurun dan permintaan yang lemah. Grup ini awalnya dijadwalkan menaikkan produksi sebanyak 180.000 bph mulai Desember. "Mengingat kekhawatiran terkait pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung, kami percaya bahwa kelompok ini menginginkan kejelasan lebih lanjut terkait dampak pemotongan suku bunga di AS serta kebijakan fiskal dan moneter di Tiongkok," kata analis UBS Giovanni Staunovo.
Baca Juga: Harga Minyak Naik Lebih dari US$1 Senin (4/11), Brent ke US$74,49 & WTI ke US$70,90 "Grup ini juga perlu memperoleh kejelasan terkait siapa yang akan menjadi presiden AS berikutnya serta dampak dari pengurangan kompensasi negara-negara yang sebelumnya memproduksi di atas batas mereka." Dalam acara industri di Abu Dhabi, CEO perusahaan energi Italia, Eni, menyatakan bahwa pemotongan pasokan minyak oleh OPEC+ dan upaya untuk menguranginya baru-baru ini telah meningkatkan volatilitas di pasar energi dan menghambat investasi dalam produksi baru. Para analis memperkirakan volatilitas harga minyak akan tinggi minggu ini karena partisipan pasar menunggu tanggapan Iran terhadap serangan Israel baru-baru ini serta hasil pemilu AS. Pada hari Kamis, situs berita AS Axios melaporkan bahwa intelijen Israel menyatakan Iran sedang bersiap untuk menyerang Israel dari Irak dalam beberapa hari, mengutip dua sumber Israel yang tidak disebutkan namanya. "Penasihat senior Trump sangat mendukung serangan terhadap fasilitas nuklir Iran dan penerapan kembali sanksi tekanan maksimum," kata Helima Croft, kepala strategi komoditas global di RBC Capital Markets.
Baca Juga: Harga Minyak Naik pada Senin (4/11) Pagi, Efek OPEC+ & Pernyataan Iran di Akhir Pekan Sementara itu, jika Harris terpilih, diperkirakan pemerintahannya tidak akan memperketat sanksi, melainkan akan fokus pada upaya menghentikan perang secepat mungkin, tambah Croft. Fokus investor minggu ini akan tertuju pada The Fed, di mana para ekonom memperkirakan suku bunga akan dipotong sebesar 25 basis poin pada Kamis. Di sisi lain, di China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional dijadwalkan mengadakan pertemuan dari Senin hingga Jumat dan diharapkan menyetujui stimulus tambahan untuk mendukung perekonomian yang melambat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto