Harga Minyak Dunia Naik di Tengah Kekhawatiran Pasokan Selasa (11/2), WTI ke US$72,82



KONTAN.CO.ID - Harga minyak melanjutkan kenaikan pada Selasa (11/2) akibat kekhawatiran terhadap pasokan minyak Rusia dan Iran, serta ancaman sanksi.

Meskipun ada kekhawatiran bahwa tarif perdagangan yang meningkat dapat menekan pertumbuhan ekonomi global.

Melansir Reuters, kontrak berjangka Brent naik 55 sen atau 0,72% menjadi US$76,42 per barel pada pukul 07:17 GMT.


Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 50 sen atau 0,69% ke US$72,82 per barel.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Menguat Hampir 2%, Kekhawatiran Perang Dagang Memanas

Kedua kontrak tersebut mencatat kenaikan hampir 2% pada sesi sebelumnya setelah mengalami penurunan selama tiga minggu berturut-turut.

"Kenaikan ini lebih didorong oleh faktor keuangan dan koreksi harga daripada faktor fundamental. Brent turun dari lebih dari US$80 per barel (pada pertengahan Januari) menjadi US$74 (pekan lalu), sehingga kini saatnya mengambil posisi lagi," kata analis LSEG, Anh Pham.

Menurut catatan riset ANZ, harga minyak kembali naik karena adanya tanda-tanda pengetatan pasokan.

Produksi minyak Rusia pada Januari turun di bawah kuota OPEC+, meredakan kekhawatiran akan kelebihan pasokan.

Produksi minyak Rusia tercatat sebesar 8,962 juta barel per hari (bph), atau 16.000 bph di bawah batas yang disetujui dalam perjanjian produksi.

Selain itu, pengiriman minyak Rusia ke China dan India—dua negara importir minyak utama dunia—mengalami gangguan signifikan akibat sanksi AS bulan lalu yang menargetkan kapal tanker, produsen, dan perusahaan asuransi.

Baca Juga: Serangkaian Kebijakan Trump Masih Menekan Harga Minyak Mentah

Pengetatan pasokan juga diperparah oleh sanksi AS terhadap jaringan distribusi minyak Iran ke China.

Pekan lalu, Presiden Donald Trump kembali menerapkan kebijakan "tekanan maksimum" terhadap ekspor minyak Iran.

Namun, kenaikan harga minyak tertahan oleh kebijakan tarif terbaru Trump yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi global dan permintaan energi.

Pada Senin (10/2), Trump menaikkan tarif impor baja dan aluminium ke AS menjadi 25% tanpa pengecualian untuk mendukung industri dalam negeri yang sedang kesulitan.

Langkah ini meningkatkan risiko perang dagang di berbagai sektor.

Kebijakan tersebut berdampak pada jutaan ton impor baja dan aluminium dari negara-negara seperti Kanada, Brasil, Meksiko, dan Korea Selatan.

Pekan lalu, Trump juga memberlakukan tarif tambahan 10% terhadap China, yang langsung dibalas Beijing dengan mengenakan tarif serupa terhadap impor AS, termasuk bea masuk 10% pada minyak mentah.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Senin (10/2) Sore, Brent ke US$75,40 dan WTI ke US$71,72

Kebijakan The Fed dan Stok Minyak AS Jadi Fokus Pasar

Faktor lain yang membebani permintaan minyak adalah kebijakan suku bunga AS. Survei Reuters menunjukkan bahwa The Fed kemungkinan akan menunda pemangkasan suku bunga hingga kuartal berikutnya.

Sebelumnya, pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga bisa terjadi pada Maret.

Kebijakan Trump yang dapat memicu inflasi AS semakin memperumit situasi bagi The Fed.

Jika suku bunga tetap tinggi dalam jangka waktu lama, pertumbuhan ekonomi bisa terhambat dan berimbas pada permintaan minyak.

Di sisi persediaan, survei awal Reuters pada Senin mengindikasikan bahwa stok minyak mentah dan bensin AS kemungkinan meningkat pada pekan lalu, sementara stok bahan bakar distilat diperkirakan turun.

Laporan stok minyak mingguan dari American Petroleum Institute akan dirilis pada Selasa pukul 16:30 waktu setempat (21:30 GMT). Sementara laporan resmi dari Energy Information Administration (EIA) dijadwalkan pada Rabu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto