Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Serangan AS terhadap Houthi dan Harapan Ekonomi China



KONTAN.CO.ID - Harga minyak naik tipis pada Senin (17/3) setelah Amerika Serikat (AS) berjanji akan terus menyerang kelompok Houthi di Yaman hingga mereka menghentikan serangan terhadap kapal-kapal dagang.

Sementara itu, data ekonomi China meningkatkan harapan akan meningkatnya permintaan minyak global.

Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik 49 sen, atau 0,7%, menjadi US$71,07 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) menguat 40 sen, atau 0,6%, menjadi US$67,58 per barel.


Baca Juga: Tensi Politik Meningkat, Harga Minyak Bisa Tembus US$ 70 Per Barel?

Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa ia akan menuntut pertanggungjawaban Iran atas serangan yang dilakukan oleh kelompok Houthi yang mereka dukung di Yaman.

Pernyataan ini muncul seiring dengan eskalasi operasi militer terbesar AS di Timur Tengah sejak Trump kembali ke Gedung Putih.

Menurut laporan TV Al Masirah yang dikelola Houthi, serangan pada Senin menargetkan pelabuhan Laut Merah di Hodeidah serta wilayah Al Jawf di utara ibu kota Sanaa.

Data ekonomi China turut memberikan dorongan bagi harga minyak. Pertumbuhan penjualan ritel meningkat pada Januari-Februari, memberikan sinyal positif bagi pembuat kebijakan yang ingin meningkatkan konsumsi domestik.

Namun, tingkat pengangguran meningkat dan produksi industri mengalami perlambatan.

Berdasarkan data resmi yang dirilis pada Senin, pemrosesan minyak mentah China selama Januari-Februari naik 2,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Didukung oleh beroperasinya kilang baru dan meningkatnya perjalanan selama liburan. Meski demikian, margin penyulingan tetap lemah.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah Naik 1% Senin (17/3) Pagi, AS Bersumpah Terus Menyerang Houthi

"Kombinasi dari meningkatnya stimulus ekonomi China serta eskalasi serangan oleh kelompok Houthi memberikan dorongan signifikan bagi harga minyak pagi ini," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.

Dolar AS melemah terhadap sekeranjang mata uang lainnya akibat kekhawatiran investor terhadap dampak kebijakan perdagangan proteksionis Trump.

Dolar yang lebih lemah membuat minyak lebih murah bagi pembeli luar negeri, sehingga meningkatkan permintaan.

Harga minyak naik tipis pekan lalu, meskipun Brent masih turun hampir 5% sepanjang tahun ini akibat kekhawatiran perlambatan ekonomi global yang dipicu oleh meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan negara-negara lain.

Rencana produsen OPEC+ untuk meningkatkan produksi minyak mulai April juga menekan harga.

Namun, prospek sanksi AS yang lebih ketat terhadap Iran diperkirakan akan lebih berdampak dibandingkan peningkatan produksi OPEC+ secara bertahap, menurut kepala strategi komoditas Saxo Bank, Ole Hansen.

Baca Juga: AS dan Houthi di Ambang Perang Terbuka, Laut Merah Jadi Medan Konflik Baru

"Rencana China untuk meningkatkan konsumsi serta meningkatnya risiko di Laut Merah menjadi faktor pendukung pasar pada Senin ini," tambahnya.

Trump juga mengatakan bahwa ia akan berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (18/3) terkait upaya mengakhiri perang di Ukraina, dengan kemungkinan adanya konsesi teritorial dari Kyiv serta kontrol terhadap pembangkit nuklir Zaporizhzhia menjadi poin utama dalam pembicaraan tersebut.

"Dampak negatif terhadap minyak terutama berasal dari kebijakan tarif serta negosiasi damai Rusia-Ukraina, yang kemungkinan akan meningkatkan pasokan minyak mentah Rusia ke pasar global," kata Dennis Kissler, wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial.

Sementara itu, persediaan minyak mentah AS diperkirakan meningkat pekan lalu, sementara stok bahan bakar distilat dan bensin kemungkinan mengalami penurunan, menurut jajak pendapat awal Reuters pada Senin.

Data industri diperkirakan akan dirilis pada Selasa, sedangkan data resmi dari pemerintah akan diumumkan pada Rabu.

Selanjutnya: Panduan Memilih Lemari Pakaian yang Sesuai dengan Kebutuhan Anda

Menarik Dibaca: Panduan Memilih Lemari Pakaian yang Sesuai dengan Kebutuhan Anda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto