KONTAN.CO.ID - Harga minyak memperpanjang kenaikan dari sesi sebelumnya pada hari Kamis (16/5), di tengah tanda-tanda permintaan yang lebih kuat di Amerika Serikat (AS).

Di mana data menunjukkan, inflasi lebih lambat dari perkiraan pasar, memperkuat argumen penurunan suku bunga yang dapat mendorong konsumsi lebih besar.

Melansir Reuters, harga minyak Brent naik 35 sen atau 0,4% menjadi US$83,10 per barel pada 0310 GMT. Sementara hatga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 40 sen atau 0,5% menjadi US$79,03 per barel.

hargBaca Juga: Harga Minyak Rebound 1% Setelah Penurunan Minyak Mentah dan Data Inflasi

“Angka inflasi AS bulan April yang lebih terkendali dan penjualan ritel AS yang jauh lebih lemah dari perkiraan tampaknya memberikan ruang bagi The Fed untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga lebih awal, dengan ekspektasi pasar yang lebih condong pada pelonggaran kebijakan yang akan dimulai pada bulan September tahun ini. ," kata market strategist IG Yeap Jun Rong.

“Penurunan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan pada minggu lalu juga menawarkan ketenangan, sementara ketegangan geopolitik terus berlanjut di Timur Tengah.”

Harga konsumen (CPI) AS naik kurang dari perkiraan pada bulan April, hal ini mendorong ekspektasi pasar keuangan terhadap penurunan suku bunga The Fed pada bulan September.

Sentimen ini dapat mengurangi kekuatan dolar dan membuat harga minyak lebih terjangkau bagi pemegang mata uang lainnya.

Baca Juga: Pasar Global Catat Rekor Tertinggi, Imbal Hasil Turun; Harapan Potong Bunga

Di tempat lain, persediaan minyak mentah, bensin, dan sulingan AS turun, mencerminkan peningkatan aktivitas penyulingan dan permintaan bahan bakar, menurut data dari Energy Information Administration (EIA).

Persediaan minyak mentah turun 2,5 juta barel menjadi 457 juta barel dalam pekan yang berakhir 10 Mei, kata EIA, dibandingkan perkiraan konsensus analis dalam jajak pendapat Reuters sebesar 543.000 barel.

Tanda-tanda melambatnya inflasi dan menguatnya permintaan mendukung harga, ANZ Research juga mengatakan dalam catatan kliennya, demikian pula risiko geopolitik yang menurut mereka masih tetap tinggi.

Di Timur Tengah, pasukan Israel memerangi militan Hamas di Gaza, termasuk Rafah yang selama ini menjadi tempat perlindungan warga sipil.

Pembicaraan gencatan senjata yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir menemui jalan buntu, dengan Hamas menuntut diakhirinya serangan dan Israel menolak sampai kelompok tersebut dimusnahkan.

Baca Juga: Konflik Mereda, Harga Komoditas Energi Terkoreksi

Kenaikan terhambat setelah IEA memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak pada tahun 2024, sehingga memperlebar kesenjangan antara pandangan IEA dan kelompok produsen OPEC.

Permintaan minyak global tahun ini akan tumbuh sebesar 1,1 juta barel per hari (bpd), kata IEA, turun 140.000 barel per hari dari perkiraan sebelumnya.

Sebagian besar disebabkan oleh lemahnya permintaan di negara-negara maju yang tergabung dalam Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto