Harga Minyak Dunia Naik Tipis Senin (9/12), Brent ke US$71,34 dan WTI ke US$67,42



KONTAN.CO.ID - Harga minyak naik tipis pada Senin (9/12), setelah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah menyusul tergulingnya Presiden Suriah Bashar al-Assad oleh pemberontak.

Ketegangan ini mengimbangi kekhawatiran atas lemahnya permintaan dari China, yang terlihat dari keputusan Saudi Aramco untuk menurunkan harga minyak ke pembeli Asia. 

Baca Juga: Harga Minyak Naik Tipis Hari Ini (9/12) Setelah Turun 3 Hari Berturut-turut


Melansir Reuters, minyak mentah Brent naik 22 sen, atau 0,3%, menjadi US$71,34 per barel pada 0140 GMT. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik 22 sen, atau 0,3%, menjadi US$67,42 per barel. 

Pada minggu lalu, Brent kehilangan lebih dari 2,5%, sedangkan WTI turun 1,2% karena analis memproyeksikan surplus pasokan tahun depan akibat lemahnya permintaan, meskipun OPEC+ telah memutuskan untuk menunda peningkatan produksi dan memperpanjang pemotongan produksi hingga akhir 2026. 

Saudi Aramco, eksportir minyak mentah terbesar di dunia, mengumumkan pada Minggu bahwa pihaknya memangkas harga untuk pembeli Asia pada Januari 2025 ke level terendah sejak awal 2021.

Langkah ini mencerminkan lemahnya permintaan dari China, importir minyak terbesar dunia, yang terus membebani pasar. 

Sementara itu, pemberontak Suriah mengumumkan melalui televisi pemerintah pada Minggu bahwa mereka telah menggulingkan Presiden al-Assad, mengakhiri dinasti keluarganya yang telah berlangsung selama 50 tahun.

Baca Juga: Iran Bantah Tingkatkan Pengayaan Uranium, Negara Barat Waspada

Serangan kilat ini memicu kekhawatiran akan gelombang ketidakstabilan baru di Timur Tengah, kawasan yang sudah bergulat dengan konflik. 

"Perkembangan di Suriah telah menambahkan lapisan ketidakpastian politik baru di Timur Tengah, memberikan dukungan terhadap pasar minyak," kata Tomomichi Akuta, ekonom senior di Mitsubishi UFJ Research and Consulting. 

"Namun, penurunan harga yang dilakukan Saudi Arabia dan perpanjangan pemotongan produksi OPEC+ pekan lalu menggarisbawahi lemahnya permintaan dari China, yang menunjukkan pasar mungkin akan melemah menjelang akhir tahun," tambahnya. 

Para investor kini memantau dampak kebijakan energi dan Timur Tengah dari Presiden AS terpilih, Donald Trump, terhadap pasar minyak global. 

Pada Kamis, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, menunda kenaikan produksi minyak selama tiga bulan hingga April. Mereka juga memperpanjang jadwal pengurangan produksi penuh hingga akhir 2026. 

Baca Juga: Bashar al-Assad Sekeluarga Ada di Moskow, Terima Suaka Atas Dasar Kemanusiaan

OPEC+, yang bertanggung jawab atas sekitar setengah produksi minyak dunia, sebelumnya berencana mulai mengurangi pemotongan produksi pada Oktober 2024.

Namun, perlambatan permintaan global—terutama dari China—dan meningkatnya produksi di tempat lain telah memaksa organisasi ini untuk beberapa kali menunda rencana tersebut. 

Di sisi lain, jumlah rig minyak dan gas yang aktif di Amerika Serikat pekan lalu mencapai angka tertinggi sejak pertengahan September, yang menunjukkan peningkatan produksi dari produsen minyak mentah terbesar dunia tersebut.   

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto