KONTAN.CO.ID - Harga minyak sedikit melemah pada Selasa (27/8). Setelah sebelumnya melonjak lebih dari 7% selama tiga sesi terakhir dipicu oleh kekhawatiran pasokan akibat potensi konflik yang meluas di Timur Tengah dan kemungkinan penutupan sebagian besar ladang minyak di Libya. Melansir
Reuters, kontrak berjangka Brent turun 36 sen atau 0,4% menjadi US$81,07 per barel pada pukul 11:30 GMT. Sementara itu, kontrak berjangka minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 40 sen, atau 0,5%, menjadi US$77,02 per barel.
Baca Juga: Ketegangan Timur Tengah Meningkat, Rupiah Diprediksi Melemah pada Rabu (28/8) Setelah lonjakan harga minyak yang didorong oleh risiko geopolitik di Timur Tengah dan penghentian produksi di Libya, para pelaku pasar kini menahan diri untuk menilai perkembangan lebih lanjut, kata Yeap Jun Rong, market strategist di IG. Kenaikan 7% pada Brent dan 7,6% pada WTI selama tiga sesi sebelumnya telah melawan tren penurunan yang lebih luas sejak mencapai puncaknya pada tahun 2024 di level US$91,17 pada bulan April. Penurunan ini didorong oleh kekhawatiran terhadap permintaan minyak global, khususnya dari China, selama musim panas yang biasanya menjadi periode puncak permintaan. Di Libya, ladang minyak El Feel menghentikan produksi, menurut keterangan para insinyur kepada Reuters pada hari Selasa.
Baca Juga: Harga Minyak Terkoreksi Pasca Naik Tinggi, Dibayangi Kekhawatiran Pasokan Pada hari Senin (26/8), pihak berwenang di wilayah timur negara itu, tempat sebagian besar ladang minyaknya berada, mengancam akan menutup semuanya, menghentikan produksi dan ekspor, setelah ketegangan meningkat terkait kepemimpinan bank sentral negara tersebut. Ladang-ladang ini bertanggung jawab atas hampir seluruh produksi minyak mentah Libya sebesar 1,17 juta barel per hari. Belum ada konfirmasi dari pemerintah yang diakui secara internasional di Tripoli atau dari National Oil Corp (NOC) yang mengendalikan sumber daya minyak negara tersebut. Minyak juga didukung oleh eskalasi konflik antara Israel dan Hezbollah yang didukung Iran, dengan pertukaran besar-besaran serangan misil setelah pembunuhan seorang komandan senior Hezbollah bulan lalu.
Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Melonjak 3%, Pemangkasan Produksi di Libya Tambah Kekhawatiran "Pasar tetap waspada karena bentrokan antara Israel dan Hezbollah semakin intensif," kata para analis ANZ dalam sebuah catatan. Seorang jenderal top Amerika Serikat (AS) mengatakan, bahaya perang yang lebih luas telah sedikit mereda, tetapi serangan Iran terhadap Israel tetap menjadi risiko. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto