Harga Minyak Dunia Terus Tertekan di Tengah Konflik Timur Tengah, Ini Penyebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kian merosot belakangan ini. Berdasarkan Trading Economics, Minggu (20/10), pukul 18.16 WIB, harga minyak WTI turun 2,5% dalam sehari ke level US$ 69,220 per barel. Bahkan dalam sepekan terakhir minyak WTI turun 8,39%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa penurunan tersebut disebabkan ekonomi China yang terus mengalami tantangan dengan data produk domestik bruto (PDB) hanya tumbuh 4,6%.

Kemudian indikator kelemahan ekonomi Tiongkok juga tercermin dari data manufaktur yang menunjukkan penurunan selama tiga bulan berturut-turut, dengan indeks manufaktur mendekati 48,5%. Angka di bawah 50% ini mengindikasikan perlambatan yang lebih luas dalam ekonomi negara tersebut.


Baca Juga: Harga Minyak Bergerak Tipis karena Pelemahan Ekonomi China

China sendiri merupakan negara konsumen minyak terbesar. Memburuknya ekonomi China juga membuat permintaan terhadap minyak ikut turun.

Ibrahim menjelaskan, impor minyak dari negara tersebut terus mengalami penurunan dari sekitar 20 juta barel per hari ketika ekonominya stabil, kemudian terus turun hingga di kisaran 11 juta barel per hari.

Tonton: Banyak Dikelola Saudi Aramco, Ini 10 Ladang Minyak Paling Subur di Timur Tengah

Kondisi ini pada gilirannya memberikan tekanan kepada harga minyak. Meskipun situasi Timur Tengah cukup memanas namun tetap belum mampu mendorong kenaikan harga minyak. 

"Permintaan berkurang, terjadilah oversupply sehingga harganya turun," kata Ibrahim kepada KONTAN, Minggu (20/10).

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Alami Penurunan Mingguan Terbesar Lebih dari Sebulan Jumat (18/10)

Ibrahim melanjutkan, harga minyak bisa kembali tren bullish apabila OPEC mengurangi produksi. Namun sampai saat ini belum ada indikasi OPEC akan mengurangi produksi minyak. 

Oleh sebab itu Ibrahim memproyeksi harga minyak bisa jatuh di kisaran US$ 60 per barel. Tetapi dalam jangka menengah, harga minyak diproyeksi masih akan mendatar di kisaran US$ 60 - US$ 70 per barel. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli