JAKARTA. Terus menurunnya harga BBM Industri dagangan Pertamina mutlak mengikuti penurunan harga minyak dunia belakangan ini. Tengok kontrak penjualan minyak jenis light sweet crude oil dari Nymex Energy Futures Price untuk pengiriman Desember 2008. Disebutkan harga per 31 Oktober kemarin US$ 67,81 per barel. Sementara sekitar satu bulan sebelumnya harga minyak masih berada di angka US$ 100,64 atau terjadi penurunan sebesar 32,6%.Kondisi ini bertolak belakang dengan harga kontrak batubara yang tercatat pada Newcastle Coal (Newc) Index yang justru masih gemar menanjak sedikit. Harga batubara pada 31 Oktober penutupan pasar pekan lalu, dijual dengan harga US$ 100,83 per ton. Sementara satu pekan sebelumnya dijual dengan harga US$ 96 per ton atau naik sekitar 5%.Toh kondisi ini tidak membuat pelaku industri gelap mata menggunakan minyak sebagai bahan bakar utama produksi mereka. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menilai biaya yang harus dikeluarkan guna mengkonversi mesin pabrik untuk bisa kembali meminum minyak sangat lah mahal. Padahal Ade mencatat dari sekitar 900 perusahaan tekstil yang menjadi anggotanya, sekitar 90% nya sudah mengalihkan bahan bakar utamanya ke batubara.
"Apalagi minyak itu kan tidak menerapkan kontrak pembelian jangka panjang, dan juga dimonopoli oleh Pertamina. Juga sangat rentan sekali dengan fluktuasi harga internasional. Beda dengan batubara yang harganya lebih stabil dan kontraknya berjangka panjang," ujar Ade. Ade menambahkan, harga BBM industri yang diumumkan PT Pertamina (Persero) setiap dua minggu sekali merupakan harga akhir yang harus dibayarkan oleh perusahaan. Harga tersebut sudah termasuk ongkos kirim dan biaya distribusi lainnya yang sudah diperhitungkan ke dalam harga oleh Pertamina."Tidak ada biaya tambahan. Paling hanya membayar PPN sebesar 10% dari jumlah yang dibeli, itu saja," kata Ade. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) Thomas Darmawan mengusulkan, sebaiknya pemerintah menghapuskan PPN atas BBM industri yang dibeli pengusaha untuk memproduksi barang dagangannya. Pasalnya ditengah krisis keuangan yang mencekik perusahaan belakangan ini, penghapusan PPN sebesar 10% itu tentunya akan sangat melegakan.