Harga Minyak Dunia Turun Senin (16/10), Brent ke US$90,56 dan WTI ke US$87,43



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia turun pada hari Senin (16/10), setelah melonjak minggu lalu. Pasar menunggu untuk melihat apakah konflik Israel-Hamas akan menarik negara-negara lain - sebuah perkembangan yang berpotensi menaikkan harga lebih lanjut dan memberikan pukulan baru pada ekonomi global.

Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent terakhir turun 33 sen atau 0,4% pada US$90,56 per barel pada pukul 0645 GMT. Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 0,3% atau 26 sen menjadi US$87,43 per barel.

Kedua patokan harga minyak ini naik hampir 6% pada hari Jumat kemarin, membukukan kenaikan persentase harian tertinggi sejak April. Dipicu investor yang memperhitungkan kemungkinan konflik Timur Tengah yang lebih luas.


Untuk pekan ini, minyak Brent naik 7,5% dan WTI naik 5,9%.

Baca Juga: BPS Catat Surplus Neraca Perdagangan US$ 3,42 Miliar Pada September 2023

"Para investor mencoba untuk mencari tahu dampak dari konflik ini sementara serangan darat berskala besar belum dimulai setelah batas waktu 24 jam ketika Israel pertama kali memberi tahu penduduk di bagian utara Gaza untuk mengungsi ke selatan," ujar Hiroyuki Kikukawa, presiden NS Trading, sebuah unit dari Nissan Securities dikutip dari Reuters.

"Dampak yang mungkin melibatkan negara-negara penghasil minyak telah diperhitungkan dalam harga sampai batas tertentu, tetapi jika invasi darat benar-benar terjadi dan berdampak pada pasokan minyak, harga bisa dengan mudah melebihi US$100 per barel," katanya.

Konflik di Timur Tengah hanya berdampak kecil pada suplai minyak dan gas global, dan Israel bukanlah produsen besar.

Tetapi perang antara kelompok Islamis Hamas dan Israel menimbulkan salah satu risiko geopolitik paling signifikan terhadap pasar minyak sejak invasi Rusia ke Ukraina tahun lalu, di tengah-tengah kekhawatiran tentang potensi eskalasi yang melibatkan Iran.

Para pelaku pasar sedang menilai apa implikasi konflik yang lebih luas terhadap suplai dari negara-negara di kawasan penghasil minyak terbesar di dunia, termasuk Arab Saudi, Iran, dan Uni Emirat Arab.

Analis Commonwealth Bank of Australia Vivek Dhar mengatakan dalam sebuah catatan, jika Teheran terbukti terlibat langsung dalam serangan Hamas, hal ini kemungkinan akan menyebabkan AS memberlakukan sanksi-sanksinya secara penuh terhadap ekspor minyak Iran.

Baca Juga: Harga Minyak Naik di Awal Pekan, Ketegangan di Timur Tengah Bisa Memperketat Pasar

"AS telah menutup mata terhadap sanksi-sanksinya terhadap ekspor minyak Iran tahun ini karena ingin meningkatkan hubungan diplomatik dengan Iran," katanya.

"Peningkatan 0,5-1 juta barel per hari dalam ekspor minyak Iran tahun ini - setara dengan 0,5-1% dari pasokan minyak global - beresiko dikesampingkan jika sanksi-sanksi AS ditegakkan secara penuh."

Sebagai informasi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah pada hari Minggu untuk "menghancurkan Hamas" ketika pasukannya bersiap untuk bergerak ke Jalur Gaza untuk mengejar para militan Hamas yang mengamuk di kota-kota perbatasan Israel yang mengejutkan dunia.

Iran memperingatkan pada hari Sabtu bahwa jika "kejahatan perang dan genosida" Israel tidak dihentikan maka situasi dapat menjadi tidak terkendali dengan "konsekuensi yang luas."

Dengan kekhawatiran akan meningkatnya konflik, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan kembali ke Israel pada hari Senin untuk membicarakan "jalan ke depan" setelah beberapa hari melakukan diplomasi antar negara Arab.

Baca Juga: Harga Minyak Melaju, Begini Dampaknya Bagi Emiten Saham

AS minggu lalu menjatuhkan sanksi pertama pada pemilik tanker-tanker yang membawa minyak Rusia dengan harga di atas batas harga G7 yaitu $60 per barel, sebuah usaha untuk menutup celah dalam mekanisme yang dirancang untuk menghukum Moskow atas invasinya ke Ukraina.

Rusia adalah salah satu eksportir minyak mentah terbesar di dunia, dan pengawasan AS yang lebih ketat terhadap pengirimannya dapat mengurangi pasokan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto