KONTAN.CO.ID -Â Harga minyak turun tipis pada perdagangan Senin (23/12), di tengah volume transaksi yang rendah menjelang libur Natal. Penurunan ini dipicu oleh kekhawatiran kelebihan pasokan minyak tahun depan dan penguatan dolar Amerika Serikat (AS). Melansir Reuters, minyak mentah Brent ditutup melemah 31 sen, atau 0,43%, menjadi US$72,63 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) turun 22 sen, atau 0,32%, menjadi US$69,24 per barel.
Baca Juga: Tukar Minyak Jelantah ke Pertamina Bisa Dapat Duit, Begini Cara & Daftar Lokasinya Analis Macquarie memperkirakan kelebihan pasokan minyak yang meningkat pada 2024. Dalam laporan Desember mereka, diproyeksikan harga rata-rata Brent tahun depan akan turun menjadi US$70,50 per barel, dibandingkan rata-rata tahun ini sebesar $79,64 per barel. Kekhawatiran pasokan di Eropa mereda setelah laporan bahwa pipa Druzhba, yang mengalirkan minyak Rusia dan Kazakhstan ke Hungaria, Slovakia, Republik Ceko, dan Jerman, kembali beroperasi. Pipa tersebut sebelumnya dihentikan pada Kamis akibat masalah teknis di stasiun pompa Rusia. Dolar AS mencapai level tertinggi dalam dua tahun pada Jumat dan tetap mendekati level tersebut pada Senin pagi. Penguatan dolar membuat minyak menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. "Perubahan nilai tukar dolar AS dari melemah menjadi menguat telah menyebabkan harga minyak kehilangan kenaikan sebelumnya," kata Giovanni Staunovo, analis UBS.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Kompak Menguat di Awal Pekan Ini, WTI ke US$ 69,86 Per Barel Dampak Kebijakan The Fed Data inflasi AS yang menunjukkan pelonggaran tekanan harga pada Jumat membantu meredakan kekhawatiran setelah pemangkasan suku bunga The Fed pekan lalu. Namun, sinyal yang bercampur dari The Fed mengenai kebijakan moneter ke depan membuat pasar tetap lesu. "Dengan beberapa data ekonomi yang tidak begitu kuat, pasar terlihat lesu," ujar John Kilduff, mitra di Again Capital, New York. Harga Brent turun sekitar 2,1% pekan lalu dan WTI melemah 2,6%. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran pertumbuhan ekonomi global dan permintaan minyak setelah bank sentral AS memberikan sinyal kehati-hatian terhadap pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut. Penelitian dari Sinopec, penyuling minyak terbesar di Asia, yang menunjukkan konsumsi minyak China akan mencapai puncaknya pada 2027 juga menambah tekanan pada harga minyak. Presiden terpilih AS Donald Trump pada Jumat meminta Uni Eropa untuk meningkatkan impor minyak dan gas AS, atau menghadapi tarif atas ekspor blok tersebut.
Baca Juga: Harga Minyak Turun Sepekan, Pasar Menimbang Penurunan Suku Bunga dan Permintaan China Selain itu, Trump pada Minggu mengancam akan merebut kembali kendali AS atas Terusan Panama, menuduh Panama mengenakan tarif berlebihan untuk penggunaan jalur tersebut. Pernyataan ini mendapat tanggapan keras dari Presiden Panama, Jose Raul Mulino.
Ketidakpastian geopolitik dan kebijakan moneter diperkirakan akan terus membayangi pasar minyak hingga tahun depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto