Harga Minyak Global Stabil Rabu (20/11), Brent ke US$73,27 dan WTI ke US$69,65



KONTAN.CO.ID - Harga minyak stabil pada hari Rabu (20/11), meskipun terjadi kenaikan stok minyak mentah dan bensin AS, ketegangan yang meningkat antara Rusia dan Ukraina memberikan tekanan terhadap pasar global.

Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent untuk kontrak Januari turun 4 sen atau 0,05%, menjadi US$73,27 per barel pada pukul 10:43 waktu EDT (1543 GMT).

Sementara itu, kontrak minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk bulan Desember, yang akan berakhir pada hari Rabu, naik 26 sen, atau 0,37%, menjadi US$69,65. Kontrak WTI untuk Januari yang lebih aktif, naik 2 sen, atau 0,03%, menjadi $69,26.


Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Stabil, Eskalasi Perang Ukraina Imbangi Produksi Ladang Sverdrup

Stok minyak mentah dan bensin AS tercatat meningkat, sementara stok distilat turun pada minggu yang berakhir 15 November, menurut laporan Administrasi Informasi Energi (EIA) AS pada Rabu.

Stok minyak mentah AS naik 545.000 barel menjadi 430,3 juta barel, lebih tinggi dari perkiraan analis yang mengantisipasi kenaikan 138.000 barel.

Stok bensin AS meningkat 2,1 juta barel menjadi 208,9 juta barel, sementara analisis sebelumnya memperkirakan kenaikan 900.000 barel.

Meskipun ada kenaikan persediaan minyak di AS, ketegangan yang meningkat antara Rusia, salah satu produsen minyak terbesar dunia, dan Ukraina tetap memberikan tekanan terhadap harga.

Kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan minyak dari Rusia menjaga harga tetap stabil.

"Hal ini kembali menghadirkan risiko geopolitik dalam pasar," kata analis energi StoneX, Alex Hodes, dalam sebuah catatan pada Rabu.

Baca Juga: Harga Minyak Naik, Tersulut Meningkatnya Ketegangan Rusia-Ukraina

"Namun, kekhawatiran akan sanksi tambahan atau gangguan pasokan bahan bakar atau minyak mentah Rusia tampaknya tidak berdasar," tambah Hodes, mengacu pada ekspor bahan bakar Rusia yang tetap kuat.

Posisi long pada kontrak WTI telah menurun secara signifikan meskipun risiko geopolitik meningkat, menurut Christian Drolshagen, rekan di Aegis Hedging, dengan dana lindung nilai hanya memegang 50% dari level musim panas lalu, berdasarkan data CFTC.

"Minyak Brent mungkin akan tetap stabil di atas level $70 untuk saat ini, karena pelaku pasar terus memantau perkembangan geopolitik," kata Yeap Jun Rong, strategi pasar di IG.

Pada hari Selasa, Ukraina menggunakan rudal ATACMS yang dipasok oleh AS untuk menyerang wilayah Rusia untuk pertama kalinya, menurut klaim Moskow, sementara Presiden Rusia Vladimir Putin menurunkan ambang batas serangan nuklir.

"Pergerakan harga minyak relatif datar setelah pemilu AS, dengan sedikit lonjakan dalam beberapa hari terakhir akibat gangguan produksi sementara di Laut Utara dan eskalasi lebih lanjut dalam konfrontasi di Ukraina," kata Harry Tchilinguirian, kepala riset di Onyx Capital Group.

Pada hari Rabu, perusahaan minyak Norwegia, Equinor mengumumkan bahwa mereka telah memulihkan kapasitas produksi penuh di ladang minyak Johan Sverdrup di Laut Utara setelah gangguan listrik.

Baca Juga: Harga Minyak Naik 3% Usai Sverdrup Hentikan Produksi dan Eskalasi Perang Ukraina

Sebelumnya, Equinor menyatakan ladang ini memproduksi sekitar 755.000 barel setara minyak per hari pada kapasitas puncaknya.

Sementara itu, ketegangan lainnya muncul ketika pemimpin Hezbollah, Naim Qassem, dalam pidato televisinya menyatakan bahwa kelompoknya telah meninjau dan memberikan masukan terhadap proposal gencatan senjata yang disusun AS untuk mengakhiri pertempuran dengan Israel.

Qassem menyebutkan bahwa keputusan tentang penghentian permusuhan kini ada di tangan Israel.

Sementara itu, The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga pada bulan depan, namun dengan pemotongan yang lebih kecil pada tahun 2025, dibandingkan dengan ekspektasi sebulan yang lalu.

Menyusul akibat risiko inflasi yang lebih tinggi terkait kebijakan yang diusulkan oleh Presiden terpilih Donald Trump, menurut sebagian besar ekonom dalam jajak pendapat Reuters.

Kenaikan suku bunga dapat meningkatkan biaya pinjaman, yang dapat memperlambat aktivitas ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto