JAKARTA. Harga minyak mentah bangkit menembus level US$ 60 per barel. Minyak terangkat spekulasi kenaikan permintaan dari negara-negara maju. Sedangkan stok minyak Amerika Serikat (AS) susut dan dollar terkoreksi. Mengacu data Bloomberg, Rabu (10/6) pukul 17.00 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman bulan Juli 2015 senilai US$ 61,43 per barel atau naik 2,14% dibandingkan hari sebelumnya. Selama sepekan, harga terangkat 3%. Deddy Yusuf Siregar, Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, menilai, kenaikan harga minyak ditopang oleh penambahan permintaan dari negara-negara maju untuk kebutuhan musim panas sebesar 38.000 barel per hari.
Selain itu, Energy Information Administration (EIA) AS merevisi prediksi kenaikan permintaan minyak dari sebelumnya 340.000 barel menjadi 380.000 barel per hari. Lalu inflasi China bulan Mei 2015 sebesar 1,2% atau lebih baik dari posisi periode sama tahun sebelumnya 1,5%. "Data inflasi Tiongkok yang menguat membuat harga minyak ikut melambung," ujarnya. Data pasokan dan stok minyak AS turut mengerek harga. American Petroleum Institute menyebutkan, pasokan minyak Negeri Paman Sam terkoreksi 6,7 juta barel per 5 Juni 2015. Seirama, data Bloomberg memperlihatkan, stok minyak mentah AS menciut 1,5 juta barel menjadi 475,9 juta barel pekan lalu. Depresiasi dollar Selanjutnya AS akan merilis data stok minyak. Prediksi para analis, stok minyak AS kembali berkurang 1,5 juta barel. Jika proyeksi itu benar, harga minyak kembali naik. Tetapi Deddy mengingatkan, penurunan stok minyak AS diimbangi dengan melubernya pasokan minyak dari negara-negara Timur Tengah dan Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak alias OPEC. Iran juga berencana meningkatkan produksi minyak hingga 1 juta barel per hari dalam enam bulan mendatang setelah sanksi internasional terhadap Iran dicabut. Alhasil, kenaikan harga minyak tertahan. Sementara itu, Wahyu Tri Wibowo, analis PT Central Capital Futures, memandang bahwa kenaikan harga minyak merupakan dampak pelemahan indeks dollar AS. "Data ekonomi AS bagus namun indeks dollar belum bisa menguat. Karena ada isu kuatnya dollar sebagai ancaman ekonomi mulai berasa di Gedung Putih," terangnya.
Rabu (10/6) pukul 16.00 WIB, indeks dollar melemah 0,5% menjadi 94,692. Jika indeks dollar AS kian melemah, maka penguatan harga minyak bisa berlanjut. Secara teknikal Deddy menjelaskan, harga bergerak di atas moving average (MA) 50, 100 dan 200. Stochastic menguat ke level 53. Relative strength index (RSI) di level 58. Sementara indikator moving verage convergence divergence (MACD) berada di area positif, yakni 0,52. Prediksi Deddy, Kamis (11/6), harga minyak bergerak di kisaran US$ 59,59 sampai US$ 61,5 per barel. Sepekan, harga minyak akan bergulir di US$ 59-US$ 62 per barel. Sedangkan prediksi Wahyu, harga minyak sepekan ke depan bergerak dalam rentang US$ 56-US$ 64 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie