Harga minyak kembali ke bawah US$ 40 per barel, terseret rekor kasus Covid-19



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Lonjakan kasus virus corona dan pemilihan umum presiden Amerika Serikat (AS) yang berlarut-larut membuat harga minyak mentah sulit bergerak ke atas US$ 40 per barel hingga akhir pekan lalu. 

Jumat (6/11), harga minyak mentah jenis Brent kontrak pengiriman Januari 2021 turun US$ 1,48 atau 3,62%  menjadi US$ 39,45 per barel. 

Sementara itu, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Desember 2020 melemah US$ 1,65 atau 4,25% ke level US$ 37,14 per barel.


Namun, secara mingguan, harga kedua kontrak acuan ini menguat. Di mana, Brent naik 5,8%, dan harga minyak mentah WTI menanjak 4,3%.

Baca Juga: Nilai dolar AS bisa semakin ambyar setelah Joe Biden menang pilpres!

Walau secara mingguan harga masih menguat, namun ini menjadi pekan kedua secara berturut-turut, bahwa harga minyak acuan menetap di bawah US$ 40 per barel. 

Sentimen utama yang mempengaruhi harga emas hitam ini masih datang dari lonjakan kasus virus corona global memicu yang kekhawatiran tentang permintaan yang lesu. Di sisi lain, karena penghitungan suara yang berlarut-larut dalam pemilihan presiden AS membuat pasar gelisah.

Prancis pun melaporkan rekor kasus dan meningkatkan kekhawatiran bahwa penguncian tambahan di Eropa dapat membebani permintaan.

Dalam pemilihan AS, hasilnya pun baru di ketahui pada Sabtu (7/11), yakni dengan kemenangan kandidat presiden dari Partai Demokrat Joe Biden. 

Walau akhirnya menang, namun potensi paket stimulus AS yang besar saat kepemimpinan Biden mulai pudar. Pasalnya, Senat masih dikuasai Partai Republik yang bakal menghadang rencana Biden dan Partai Demokrat. 

Di samping itu, pernyataan Pemimpin Mayoritas Senat AS Mitch McConnell bahwa statistik ekonomi termasuk penurunan 1 poin persentase dalam tingkat pengangguran AS menunjukkan bahwa Kongres harus memberlakukan paket stimulus virus corona yang lebih kecil. 

"Minyak mentah sangat sensitif terhadap ekspektasi stimulus, yang semakin terpukul," kata Bob Yawger, Director of Energy Futures Mizuho. "Situasi virus corona adalah indikator permintaan negatif yang bisa Anda dapatkan," lanjut dia. 

Baca Juga: Kalahkan Donald Trump, Joe Biden akan jadi Presiden AS ke-46

Selain kawasan Eropa, lonjakan besar pada kasus harian virus corona juga terjadi di Negeri Paman Sam. Berdasarkan perhitungan Reuters, pada Kamis (5/10), AS mencetak rekor dunia baru dengan lebih dari 120.000 kasus. Ini menjadi rekor harian kedua berturut-turut yang dipecahkan AS. 

Di sisi lain, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, kelompok yang dikenal sebagai OPEC+, diprediksi dapat menunda pengembalian pasokan 2 juta barel per hari pada Januari. Mengingat permintaan saat ini masih lebih lemah dengan sejumlah penguncian baru.

Selanjutnya: Joe Biden menang pemilu AS, OPEC bakal merindukan Donald Trump

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari