NEW YORK. Mayoritas saham di bursa AS melorot akhir pekan kemarin. Pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Standard & Poor's 500 turun 0,7% menjadi 1.321,15. Sementara indeks Dow Jones turun 0,72% menjadi 12.169,90. Pemicu anjloknya bursa AS dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia ke level tertinggi dalam 29 bulan. Asal tahu saja, kemarin, kontrak harga minyak meroket 2,5% menjadi US$ 104,42 sebarel. Sementara, kontrak harga emas naik 0,9% menjadi US$ 1.428,60 per troy ounce. Kenaikan harga minyak memicu kecemasan investor kalau anggaran belanja konsumen akan melambat. Hal ini menggarisbawahi data yang dikeluarkan Departemen Tenaga Kerja yang menunjukkan upah karyawan per jam tidak mengalami perubahan pada bulan lalu. "Saya khawatir upah per jam karyawan tidak akan mengalami kenaikan. Dengan kenaikan harga komoditas, maka pendapatan riil konsumen tidak akan naik, sehingga menekan tingkat konsumsi. Saya rasa hal ini tidak akan baik untuk pasar saham," jelas Paul Zemsky, head of asset allocation ING Investment Management di New York.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Harga minyak kembali meroket, bursa AS luluh lantak
NEW YORK. Mayoritas saham di bursa AS melorot akhir pekan kemarin. Pada pukul 16.00 waktu New York, indeks Standard & Poor's 500 turun 0,7% menjadi 1.321,15. Sementara indeks Dow Jones turun 0,72% menjadi 12.169,90. Pemicu anjloknya bursa AS dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia ke level tertinggi dalam 29 bulan. Asal tahu saja, kemarin, kontrak harga minyak meroket 2,5% menjadi US$ 104,42 sebarel. Sementara, kontrak harga emas naik 0,9% menjadi US$ 1.428,60 per troy ounce. Kenaikan harga minyak memicu kecemasan investor kalau anggaran belanja konsumen akan melambat. Hal ini menggarisbawahi data yang dikeluarkan Departemen Tenaga Kerja yang menunjukkan upah karyawan per jam tidak mengalami perubahan pada bulan lalu. "Saya khawatir upah per jam karyawan tidak akan mengalami kenaikan. Dengan kenaikan harga komoditas, maka pendapatan riil konsumen tidak akan naik, sehingga menekan tingkat konsumsi. Saya rasa hal ini tidak akan baik untuk pasar saham," jelas Paul Zemsky, head of asset allocation ING Investment Management di New York.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News