KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melemah 0,25% di awal perdagangan hari ini setelah kemarin naik hampir 1%. Pasar mempertimbangkan bagaimana kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump akan memengaruhi pasokan. Selain itu, perusahaan-perusahaan minyak yang berlokasi di Teluk Meksiko AS bersiap menghadapi Badai Rafael. Dolar yang kuat dan impor minyak mentah yang lebih rendah di China membatasi kenaikan. Jumat (8/11) pukul 7.25 WIB, harga minyak WTI kontrak Desember 2024 di New York Mercantile Exchange turun 0,25% ke US$ 72,18 per barel. Kemarin, harga minyak acuan AS ini menguat 0,93% dari US$ 71,69 per barel menjadi US$ 72,36 per barel.
Sedangkan harga minyak Brent kontrak Januari 2025 di Commodity Exchange kemarin menguat 0,95% ke US$ 75,63 per barel. Baca Juga: Saham Sektor Energi dan Pertambangan Terpapar Efek Kemenangan Donald Trump Pada hari Rabu, pemilihan mantan Presiden Trump dari Partai Republik awalnya memicu aksi jual yang mendorong minyak turun lebih dari US$ 2 karena dolar menguat. Harga minyak mentah kemudian memangkas kerugian menjadi turun kurang dari 1%. "Harga minyak menguat karena ekspektasi bahwa pemerintahan Trump yang baru akan memperketat sanksi terhadap Iran dan Venezuela," kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates. Dia menambahkan bahwa hal ini dapat mengurangi pasokan minyak di pasar. "Pasar kini tengah mengamati kebijakan Donald Trump dan pasar bereaksi terhadap prospek tersebut," kata Lipow. Pada masa jabatan pertamanya, Trump memberlakukan sanksi yang lebih keras terhadap minyak Iran dan Venezuela. Langkah-langkah tersebut sempat dicabut oleh pemerintahan Biden tetapi kemudian diberlakukan kembali. Baca Juga: Harga BBM Pertamina Naik Per November 2024, Bandingkan dengan Shell, BP, Vivo Yang juga mendukung harga minyak adalah Federal Reserve AS memotong suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada penutupan rapat kebijakannya pada hari Kamis. Pemotongan suku bunga biasanya mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan energi.