KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak naik lebih dari 2% karena Israel mengancam akan menyerang Lebanon jika gencatan senjata dengan Hezbollah gagal. Di sisi lain, investor bersiap untuk OPEC+ mengumumkan perpanjangan pemangkasan pasokan minggu ini. Selasa (3/12), harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2025 cetak kenaikan terbesar dalam 2 minggu ditutup menguat US$ 1,79 atau 2,5% ke US$ 73,62 per barel. Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Januari 2024 juga naik paling tinggi sejak 18 November setelah ditutup naik US$ 1,84, atau 2,7% ke US$ 69,94 per barel.
Sokongan datang setelah pasukan Israel terus menyerang, apa yang mereka sebut sebagai pejuang Hizbullah, yang mengabaikan perjanjian gencatan senjata minggu lalu di Lebanon. Pejabat tinggi Lebanon telah mendesak Washington dan Paris untuk menekan Israel agar menegakkan gencatan senjata.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Selasa (3/12), Brent ke US$72,59 dan WTI ke US$68,85 Risiko terhadap gencatan senjata membuat beberapa pedagang minyak lebih mengkhawatirkan ketegangan di Timur Tengah, kata analis UBS Giovanni Staunovo. Meskipun konflik Lebanon tidak mengakibatkan gangguan pasokan minyak, para pedagang akan memantau dengan cermat ketegangan antara Iran dan Israel selama beberapa bulan mendatang, tambah Staunovo. Yang juga mendukung harga minyak, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau yang disebut OPEC+, kemungkinan akan memperpanjang pemangkasan produksi saat bertemu pada hari Kamis (5/12). Kelompok tersebut kemungkinan akan memperpanjang pemangkasan pasokan hingga akhir kuartal pertama tahun depan, empat sumber OPEC+ mengatakan kepada Reuters. OPEC+, yang menyumbang sekitar setengah dari produksi minyak dunia, telah berupaya untuk secara bertahap menghentikan pemotongan pasokan hingga tahun depan. Namun, prospek surplus pasar telah menekan harga minyak, dengan Brent diperdagangkan hampir 6% di bawah rata-ratanya untuk Desember 2023. Perpanjangan pemotongan pasokan OPEC+ akan membatasi surplus pasar dan membuat pasar minyak mengalami penurunan yang lebih lambat dari yang diperkirakan sebagian besar perkiraan, Scott Shelton, analis energi di TP ICAP mengatakan kepada klien dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Stabilitas Pasokan Energi Dinilai Penting Untuk Jaga Keseimbangan Ekonomi "Mengingat peningkatan kepatuhan terhadap pemotongan produksi dari Rusia, Kazakhstan, dan Irak, tingkat harga Brent yang lebih rendah, dan indikasi dalam laporan pers, kami berasumsi perpanjangan pemotongan produksi OPEC+ hingga April," kata analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan. Prospek permintaan minyak global tetap lemah dan impor minyak mentah Tiongkok kemungkinan akan mencapai puncaknya paling cepat tahun depan karena permintaan bahan bakar transportasi mulai menurun, kata para peneliti dan analis.
Editor: Anna Suci Perwitasari