KONTAN.CO.ID - TOKYO. Harga minyak melonjak lebih dari 1% pada perdagangan hari ini dan mendekati level tertinggi sejak 2014 yang dicapai di sesi sebelumnya. Kekhawatiran pasokan dan ketegangan politik di Eropa Timur dan Timur Tengah menempatkan harga di jalur untuk kenaikan bulanan terbesar dalam hampir satu tahun. Senin (31/1) pukul 11.30 WIB, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2022 naik 1,2% menjadi US$ 91,10 per barel. Kontrak pengiriman bulan Maret akan berakhir di hari ini. Sementara untuk harga Brent dengan kontrak pengiriman paling aktif, yakni bulan April, diperdagangkan pada US$ 89,51, naik 1,1%.
Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 menguat 1,2% ke US$ 87,89 per barel, setelah naik 21 sen pada hari Jumat. Harga minyak acuan mencatat level tertinggi sejak Oktober 2014 pada hari Jumat (28/1), masing-masing US$ 91,70 untuk Brent dan US$ 88,84 pada harga WTI. Kedua harga minyak acuan ini juga mencatat kenaikan mingguan keenam berturut-turut.
Baca Juga: Reli Harga Minyak Berlanjut, Brent Tetap di Atas US$ 90 Per Barel Pada Pagi Ini Saat ini, Brent dan WTI menuju kenaikan sekitar 17% sepanjang bulan Januari 2022. Ini adalah kenaikan bulanan terbesar sejak Februari 2021. "Kecemasan yang mendasari tentang kekurangan pasokan global, ditambah dengan risiko geopolitik yang sedang berlangsung, telah menyebabkan pasar memulai minggu ini dengan catatan yang kuat," kata Toshitaka Tazawa, Analis Fujitomi Securities Co Ltd. "Dengan ekspektasi bahwa OPEC+ akan mempertahankan kebijakan peningkatan produksi bertahap yang ada, harga minyak kemungkinan akan tetap berada pada sentimen bullish minggu ini," lanjut dia. Tazawa pun memprediksi, harga Brent akan tetap berada di atas US$ 90 per barel dan WTI menuju level US$ 90 per barel. Seperti diketahui, OPEC+, telah menaikkan target produksi mereka setiap bulan sejak Agustus sebesar 400.000 barel per hari (bph) saat mereka melepas rekor pengurangan produksi yang dibuat pada tahun 2020 . Tetapi mereka gagal memenuhi target produksi mereka karena beberapa anggota berjuang dengan keterbatasan kapasitas. Pada pertemuan 2 Februari, OPEC+ kemungkinan akan tetap dengan rencana kenaikan target produksi minyaknya untuk Maret, beberapa sumber OPEC+ mengatakan kepada
Reuters. Walau reli terus berlanjut, harga minyak menunjukkan tanda-tanda
overheating karena para pedagang mengantisipasi kekurangan minyak yang parah tahun ini. Kolumnis Reuters John Kemp mencatat bahwa persediaan sudah rendah dan ada sedikit kapasitas cadangan global untuk meningkatkan produksi dalam jangka pendek.
Baca Juga: Ini Rekomendasi Saham yang Bisa Dilirik Hari Ini (31/), IHSG Dibuka Menguat Menurut ANZ Research, dengan defisit pasar dan persediaan yang rendah, "kendala pasokan kemungkinan akan menyebabkan premi risiko yang cukup besar" saat perjalanan meningkat. "Lalu lintas di Eropa rebound karena jumlah kasus Omicron menurun. Di AS, permintaan bensin hanya 4% di bawah level 2019, yang merupakan hasil yang lebih baik dari yang diharapkan pada November," katanya dalam sebuah catatan. Ketegangan antara Rusia dan Blok Barat juga telah menopang harga minyak mentah. Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan Barat berselisih soal Ukraina, mengipasi kekhawatiran bahwa pasokan energi ke Eropa dapat terganggu.
Kepala NATO mengatakan pada hari Minggu bahwa Eropa perlu mendiversifikasi pasokan energinya ketika Inggris memperingatkan "sangat mungkin" bahwa Rusia ingin menyerang Ukraina. Pasar juga waspada atas situasi Timur Tengah setelah Uni Emirat Arab mengatakan telah mencegat rudal balistik yang ditembakkan oleh Houthi Yaman, saat UEA menjamu Presiden Israel Isaac Herzog dalam kunjungan perdananya. Sementara itu, lebih dari 1.400 penerbangan AS dibatalkan pada hari Minggu setelah negara bagian timur laut AS dihantam badai musim dingin mematikan yang mendorong beberapa negara bagian untuk mengumumkan keadaan darurat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari