KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek harga minyak hingga akhir tahun diyakini masih dalam tren tertekan. Apalagi, sentimen harga minyak saat ini tidak hanya terbatas pada supply dan demand, tapi juga masalah geopolitik. Sekedar mengingatkan, pertengahan September lalu harga minyak sempat menguat sesaat akibat perusahaan minyak milik Arab Saudi, Saudi Aramco diserang 10 drone. Alhasil. produksi minyak di Arab Saudi anjlok 5,7 juta barel per hari atau sekitar 50% dari total produksi Negeri Raja Minyak tersebut. Meskipun begitu, Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono menilai, di jangka menengah harga minyak global bakal berada di rentang harga US$ 50 per barel hingga US$ 60 per barel. Setelah, sentimen Aramco sempat mendorong harga minyak global naik ke US$ 63,36 per barel, harga minyak mulai turun ke kisaran US$ 50 per barel. "Saat harga di atas US$ 60 per barel, direkomendasikan jual atau sell in strength," ungkap Wahyu kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).
Baca Juga: Harga nikel masih berpotensi menguat hingga akhir tahun Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Rabu (9/10) pukul 19.40 WIB, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November 2019 di New York Mercantile Exchange (Nymex) tercatat menguat 1,29% di level US$ 53,31 per barel. Sentimen lainnya yang dianggap masih akan menekan harga minyak ke depan masih seputar banyaknya suplai dan rendahnya permintaan. Apalagi, perang dagang berpeluang menekan lagi permintaan minyak dan pertumbuhan ekonomi global. Wahyu juga mengungkapkan sepanjang 2019 harga crude oil sudah melorot sebanyak 23%. Sedangkan di tengah kekhawatiran resesi global, harga minyak berpotensi turun lebih dalam. Baca Juga: Pemerintah masih optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini tetap 5%