Harga minyak masih berpotensi naik meski sedang terkoreksi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau terpantau melemah, harga minyak dunia diproyeksi masih cukup kuat melanjutkan kenaikan harganya tahun ini.

Mengutip Bloomberg, Jumat (15/3), harga minyak jenis west texas intermediate (WTI) kontrak pengiriman April 2019 di New York Mercantile Exchange (NYMEX) berada di level US$ 58,52 per barel. Harga ini turun 0,15% dari level sebelumnya US$ 58,61 per barel.

Sementara minyak jenis brent untuk pengiriman Mei 2019 di ICE Futures turun 0,10% ke level US$ 67,17 per barel. Harga minyak brent tercatat berada di level US$ 67,23 per barel sehari sebelumnya.


Walau menurun secara harian, harga minyak brent masih menguat 23,66% sejak awal tahun. Sedangkan pada periode yang sama, harga minyak WTI menguat 27%.

Analis Asia Trade Point Futures, Cahyo Dewanto menjelaskan jika komitmen OPEC+ memangkas produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari sejak Desember 2018, mampu membawa harga minyak merangkak naik.

International Energy Agency (IEA) menambahkan pada Jumat (15/3), produksi minyak global saat ini sudah berada di titik terendah sejak empat tahun terakhir.

Persediaan minyak menjadi terbatas juga karena AS memberlakukan sanksi ekspor terhadap dua negara penghasil minyak, Venezuela dan Iran. Sementara di saat yang sama, persediaan minyak mentah AS turun.

"Data terakhir dari Energy Information Administratio (EIA) menyebutkan AS mengalami penurunan produksi sampai 3,9 juta barel. Tadinya, para pengamat berekspektasi hanya berada di 2,7 juta barel. Nah, inilah yang menyebabkan permintaan minyak naik dan harga minyak menjadi bullish," terang Cahyo pada Kontan.co.id, pada Jumat (15/3).

Di sisi lain, produksi minyak AS pun berpotensi menurun. Mengutip data mingguan Baker Hughes, jumlah total rig minyak yang aktif di AS berjumlah 833 minggu ini. Jumlah ini dianggap yang terkecil sejak April 2018. "Ini pula menjadi penyebab harga minyak naik," tambah Cahyo.

Dirinya melanjutkan, pertemuan Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping juga masih menjadi kunci utama pergerakan harga minyak. China adalah konsumen minyak terbesar di dunia, sedangkan perang dagang menghambat proses distribusi. Jika kesepakatan antara kedua negara ini terbentuk, maka permintaan minyak makin tinggi begitu pula dengan penguatan harganya. 

Ditambah lagi, Arab Saudi juga mantap untuk terus melanjutkan pemangkasan produksi minyak, seiring berlakunya sanksi ekspor AS terhadap dua negara produsen minyak terbesar, Venezuela dan Iran. Dengan demikian, Cahyo menilai harga minyak masih cukup kokoh untuk melanjutkan penguatan.

Secara teknikal, harga minyak berada di moving average (MA) 50, MA 100, dan MA 200. Lalu, posisi RSI berada di areal positif 14, yang mengindikasikan beli. Sementara stochastic berada di areal 9,6 dan MACD ada di level 12,26. Cahyo merekomendasikan buy untuk minyak dengan rentang pergerakan US$ 57,30 per barel - US$ 60,60 per barel untuk besok.

Untuk seminggu ke depan, harga minyak diramal bergerak di area US$ 55 per barel - US$ 70 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati