Harga Minyak Masih Bisa Melaju Hingga Akhir Tahun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak dunia kembali menanjak setelah sempat turun pada awal November 2023 ke US$ 80,44 per barel. Diprediksi harganya masih mampu meningkat seiring tensi geopolitik Timur Tengah yang belum mereda.

Research & Development ICDX Revandra Aritama mengatakan, ancaman eskalasi lebih lanjut konflik Israel-Hamas dapat meluas ke konflik regional. Sehingga berpotensi mengganggu kestabilan di wilayah Timur Tengah yang memasok sekitar sepertiga minyak dunia.

Meski sejauh ini belum terlihat dampaknya terhadap pasokan minyak, namun untuk pasar gas telah terdampak. "Ladang gas Tamar ditutup oleh Israel setelah serangan Hamas awal bulan ini dan Mesir yang mengimpor gas dari Israel mengatakan bahwa impor telah turun hingga nol," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (3/11).


Di sisi lain, potensi kenaikan harga minyak juga dari pengetatan pasokan. Pelaku pasar memperkirakan eksportir minyak terbesar, Arab Saudi kemungkinan memulai kembali perpanjangan pengurangan produksi minyak secara sukarela sebesar 1 juta barel per hari hingga bulan Desember.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Bisa Terdorong dari Lanjutan Pengurangan Pasokan oleh OPEC+

Perlu diingat bahwa Arab Saudi pertama kali melakukan pemotongan sukarela pada bulan Juli sebagai tambahan dari kesepakatan pembatasan pasokan yang dicapai pada bulan Juni oleh OPEC+. Kerajaan Arab Saudi mengatakan pada bulan September bahwa mereka akan memperpanjang pemotongan tersebut hingga akhir tahun, dan meninjau kembali keputusan tersebut bulanan.\

Selain itu, pasar menunggu pertemuan OPEC+ di bulan November untuk memberikan gambaran pasar mengenai kebijakan minyak mentah lebih lanjut. "Pada pertemuan OPEC+ bulan Juli, para anggota terlihat membatasi pasokan hingga tahun 2024," terang Revandra.

Hingga akhir tahun, ICDX memproyeksikan harga minyak dunia bergerak di range US$ 78 per barel- US$ 90 per barel. Adapun potensi pelemahan dari dari pengetatan kebijakan lanjutan suku bunga The Fed pada tahun 2024 karena kebijakan kenaikan suku bunga yang agresif dapat memperlambat perekonomian dan mengurangi permintaan energi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati