Harga minyak masih dalam tren bearish



JAKARTA. Harga minyak diproyeksikan masih dalam tren bearish meski kemarin sempat naik lumayan. Belum ada faktor fundamental baru yang signifikan menyebabkan harga minyak sulit naik secara konsisten. Berdasarkan data Bloomberg, pada Jumat (27/2) pukul 16:25 WIB, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April di New York Mercantile Exchange (NYMEX) memang menguat 1,97% dibandingkan sehari sebelumnya menjadi US$ 49,12 per barel. Harga minyak mentah kemarin meningkat setelah sehari sebelumnya sempat terkoreksi ke level US$ 48,17 per barel.

"Pasar juga mungkin sedang melakukan penyesuaian yang memang biasa terjadi di akhir bulan seperti sekarang," kata Tonny Mariano, analis Harvest International Futures, kepada KONTAN, kemarin.

Namun, rebound harga minyak tidak dapat dijadikan tolok ukur bahwa harga komoditas energi tersebut akan terus bergerak naik. Harga komoditas, kata Tonny, justru masih dalam tekanan lantaran para eksportir minyak terutama yang tergabung dalam Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) tidak mengambil tindakan nyata untuk menstabilkan harga minyak. OPEC bahkan tetap bersikukuh mempertahankan kuota produksi sebanyak 30 juta barel minyak per hari.


Suluh Adil Wicaksono, analis Millenium Penata Futures, menyatakan, kebijakan produksi OPEC ini menjadi kunci yang bisa membuat tren bearish harga minyak berakhir. "Kalau OPEC mau memangkas kuota produksinya, harga minyak kemungkinan besar bakal naik lagi," ungkap Suluh.

Tren bearish minyak ini sebenarnya merugikan banyak pengekspor minyak. Banyak perusahaan minyak, terutama yang berbasis di Amerika Serikat (AS), mulai memangkas jumlah tenaga kerjanya. Toh, harga minyak tentu akan tetap rendah apabila OPEC selaku kumpulan eksportir terbesar minyak di dunia tak mau menurunkan kuota produksinya.

Suluh bilang, dari sisi permintaan memang agak susah diharapkan untuk melonjak pada tahun ini lantaran perekonomian global melambat. Sejak awal tahun kemarin, Bank Dunia sudah memangkas estimasi pertumbuhan ekonomi global sepanjang 2015 menjadi 3%.

Pangkas target

Padahal, sebelumnya, Bank Dunia optimistis akan kondisi pasar dan memproyeksikan perekonomian global tumbuh 3,4% sepanjang 2015. Bank Dunia juga sudah menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2015 untuk China, dari sebelumnya 7,2% menjadi 7%.

Tidak lama setelah itu, Dana Moneter International (IMF) turut memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global selama 2015 menjadi 3,5%. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi 2015 yang ditetapkan IMF pada Oktober 2014 sebesar 3,8%. Di waktu bersamaan, IMF juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari 7,1% menjadi 6,8% di tahun ini.

Ketimpangan antara pasokan dan permintaan inilah yang membuat harga minyak sulit beranjak naik. Dengan beberapa faktor itu, kedua analis memprediksi harga minyak cenderung terkoreksi di awal pekan depan.

Prediksi ini diperkuat beberapa indikator teknikal yang memancarkan sinyal koreksi. Suluh bilang, harga minyak saat ini masih di bawah moving average (MA) 50. Indikator stochastic memperkuat peluang koreksi lantaran berada di posisi 38.

Sementara, relative strength index (RSI) di area netral 48. Suluh memprediksi, harga minyak di awal pekan depan turun di support US$ 46,45-US$ 47,80 dan resistance US$ 50-US$ 52,10 per barel AS. Adapun, Tonny memprediksi, harga minyak turun di rentang US$ 48-US$ 50 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie