JAKARTA. Akhir pekan lalu harga minyak kembali terpeleset. Pasar masih dihantui ketakutan pasokan minyak yang melimpah. Di saat yang sama, indeks dollar Amerika Serikat (AS) menguat. Mengacu data
Bloomberg, Jumat (19/6), harga minyak WTI pengiriman bulan Juli 2015 di New York Merchantile Exchange terpangkas 1,39% menjadi US$ 59,61. Sepekan, harga turun 0,58%. Menurut Deddy Yusuf Siregar,
Research and Analyst PT Fortis Asia Futures, harga minyak masih konsolidasi. Merosotnya harga minyak akhir pekan lalu akibat pasokan melimpah.
Per 12 Juni, Energy Information Administration (EIA) memperlihatkan, persediaan minyak mentah Amerika Serikat (AS) menyusut menjadi 467,9 juta barel. Tapi pasokan minyak AS tahun ini masih tetap tinggi yakni 89 juta barel lebih banyak ketimbang jumlah pasokan rata-rata dalam kurun lima tahun terakhir. Produksi minyak Libia juga bertambah hingga 500.000 barel per hari. Menteri Minyak Arab Saudi Ali Al-Naimi menuturkan, negara tersebut memiliki cadangan kapasitas produksi 1,5 juta- 2 juta barel per hari dan siap digenjot jika permintaan pasar membaik. Sementara, pasokan minyak OPEC melonjak dari 30 juta barel per hari menjadi 31,33 juta barel per hari. Angka ini melampaui target pasokan minyak harian yang dipatok tahun lalu. Indeks dollar AS Nizar Hilmy, analis SoeGee Futures mengatakan meski dalam beberapa hari terakhir harga minyak cenderung konsolidasi di level atas, namun secara fundamental harga masih tertekan. "Terutama stok dan produksi yang siap membanjiri pasar," ujarnya. Menurut Nizar, kesiapan Arab Saudi mendorong produksi menimbulkan kecemasan di pasar. Sebab, AS sedang dalam driving season. Artinya, banyak rumah tangga berlibur dan menghabiskan bahan bakar minyak selama musim panas berlangsung. Indeks dollar AS turut menekan pergerakan harga minyak. Kamis lalu, pertemuan Yunani dan Eropa belum mencapai kata sepakat terkait dana talangan. Ini memicu penguatan indeks USD ke 94,08. "Ini menekan harga minyak yang diperdagangkan dengan USD," kata Nizar.
Secara teknikal, menurut Deddy, harga bergerak di atas moving average (MA) 50 dan 100. Indikator stochastic berada di level 69. Relative strength index (RSI) mencapai 56. Selain itu, moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif 0,56. Deddy memprediksi, Senin (22/6) harga minyak akan bergerak dalam rentang US$ 59,8-US$ 61,7. Sedangkan Nizar menilai, harga minyak akan konsolidasi di kisaran sempit dengan kecendrungan negatif walaupun masih uptrend. Prediksinya, harga minyak sepekan mendatang di US$ 58,50–US$ 62,00 per barel. Hasil survei
Bloomberg memperlihatkan, 14 analis dan pelaku pasar menduga harga minyak masih bearish, 9 memperkirakan menilai bullish dan 11 analis melihatnya masih flat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa