KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan harga minyak masih berlanjut selama tiga hari perdagangan terakhir. Mengutip Bloomberg, Jumat (16/11) pukul 19:09, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di pasar Nymex di pasar aktif melejit 1,68% menjadi US$ 57,41 per barel. Tapi, harga mnyak masih tergerus sekitar 4% selama sepekan ini. Analis Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar menilai, kenaikan harga minyak dibanding kemarin disebabkan pernyataan Arab Saudi yang mengajak negara-negara sekutu di OPEC dan Rusia untuk memangkas produksi minyak di awal Desember mendatang.
“Ada rencana pemangkasan produksi minyak 1 juta hingga 1,4 juta barel per hari. Pernyataan tersebut direspon positif oleh pasar karena ada tindakan dari OPEC juga Rusia untuk menekan jatuhnya harga minyak,” ungkap Deddy kepada KONTAN. Namun, kalau dilihat dalam sepekan, harga minyak tidak menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Deddy malah melihat harga minyak masuk dalam tren
bearish hingga akhir tahun. Pasalnya, ia mencatat bahwa persediaan minyak mentah Amerika Serikat kini sudah mencapai 11,7 juta barel per hari. Sementara dari Data Energy Information Administration yang dirilis kemarin menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah melonjak 10,3 juta barel pada pekan lalu. Ini adalah penambahan mingguan terbesar sejak Februari 2017. Nah, nanti malam, Amerika akan kembali merilis aktivitas pengeboran minyaknya. Deddy melihat bahwa Amerika akan terus meningkatkan aktivitas pengeboran minyaknya. Dengan begitu, harga minyak terus tertekan hingga akhir tahun dan perekonomian Amerika Serikat akan kian membaik. “Harga minyak turun, suku bunga dilaksanakan bertahap oleh The Fed, kemudian laju inflasi berjalan. Maka yang diuntungkan disini adalah Amerika Serikat,” katanya. Kecuali, OPEC mempertimbangkan pemangkasan hingga 1,4 juta barel per hari. Hal bisa menghindari lonjakan persediaan global yang menyebabkan harga minyak anjlok seperti tahun 2014 dan 2016.
Secara teknikal, Deddy menganalisis harga minyak berada di bawah garis moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200. Hal ini mengindikasi harga minyak berpotensi melemah hingga akhir tahun. Selain itu, indikator stochastic berada di area 27 yang mengindikasi untuk jual karena harga minyak lemah. Serta indikator RSI di area oversold pada level 25, dimana harga bisa menguat namun terbatas. Serta indikator MACD yang berada di area negatif. Deddy pun memproyeksi harga minyak pada Senin (19/11) akan berada di rentang US$ 55,24 per barel sampai US$ 58,30 per barel. Sementara sepekan harga minyak berada di rentang US$ 54,50 per barel sampai US$ 59,62 per barel. Akhir tahun, Deddy memproyeksi harga minyak berada di rentang US$ 50 per barel hingga US$ 60 per barel. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia