Harga Minyak Melanjutkan Penurunan Setelah Kemarin Anjlok 5,6%



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melanjutkan penurunan setelah anjlok 5,6% pada Rabu (4/10), menyusul laporan bahwa Rusia akan mencabut larangan ekspor diesel dalam beberapa hari mendatang. Selain itu, data pemerintah Amerika Serikat (AS) menunjukkan lemahnya permintaan bensin.

Harga minyak WTI kontrak November 2023 di NYMEX turun 1,57% menjadi US$ 82,90 per barel pada Kamis (5/10) pukul 20.35 WIB setelah kemarin terjun 5,61%. Sedangkan harga minyak Brent kontrak Desember 2023 di ICE Futures turun 1,62% ke US$ 84,42 per barel setelah kemarin merosot 5,62%.

Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengatakan, harga minyak mentah   jatuh ke level terendah dalam lima minggu dan bensin jatuh ke level terendah dalam sembilan bulan. 


Baca Juga: Pasar Obligasi Global Diramal Akan Makin Menurun, Ini Penyebabnya

Laporan ketenagakerjaan ADP AS pada bulan September 2023 yang lebih lemah dari perkiraan menandakan perlambatan di pasar tenaga kerja. Hal ini bersifat bearish terhadap permintaan energi dan harga minyak.

Sementara itu, pada akhir September 2023, Rusia menyatakan akan melarang ekspor bensin dan solar dalam upaya menstabilkan harga bahan bakar dalam negeri. Menurut data Vortexa, larangan ini akan menghilangkan sekitar 1 juta barel per hari pasokan bahan bakar atau sekitar 3,4% dari total permintaan global. 

"Alhasil, hal ini akan semakin menekan pasokan di pasar energi global yang sudah ketat," kata Sutopo saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (5/10). 

Baca Juga: Jelang Musim Dingin, Investor Bisa Mulai Beli Saham Batubara?

Sutopo memprediksi, harga minyak kemungkinan akan tetap bertahan di atas level US$ 70-US$ 75 per barel. Pasalnya, Arab Saudi dan Rusia masih akan mempertahankan pengurangan produksi minyak mentah hingga akhir tahun.

Bagi spekulan, harga US$ 90 per barel terlampau tinggi dan hanya akan menghasilkan keuntungan tipis.  "Membaiknya data ekonomi belakangan ini sedikit memberikan harapan untuk permintaan minyak mendatang," ucap Sutopo. 

Sementara analis mata uang dan komoditas Lukman Leong menilai, OPEC+ akan berusaha mempertahankan harga di atas US$ 80 per barel dengan harga rata-rata di kisaran US$ 85. Namun, investor senantiasa perlu waspada apabila harga telah melewati U$$ 90 dan masuk di kisaran US$ 75.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati