KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak melonjak 3% pada akhir perdagangan akhir pekan dan berada di level tertinggi baru dalam tujuh tahun. Sentimen yang menyokong minyak datang dari meningkatnya kekhawatiran invasi Ukraina oleh Rusia, yang menambah kekhawatiran atas pasokan minyak mentah global yang ketat. Jumat (11/2), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman April 2022 melonjak US$3,03 atau 3,3% dan ditutup di level US$ 94,44 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Maret 2022 juga naik US$3,22 atau 3,6% dan ditutup ke US$ 93,10 per barel.
Kedua harga acuan tersebut menyentuh level tertinggi sejak akhir 2014, melampaui level tertinggi yang dicapai pada hari Senin (7/2). Di mana, Brent naik 1,3% dalam sepekan dan WTI menguat 0,9% di pekan ini. Harga kedua tolak ukur minyak ini juga membukukan kenaikan delapan minggu berturut-turut di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang pasokan global karena permintaan pulih dari pandemi virus corona. Volume perdagangan melonjak dalam satu jam terakhir perdagangan, dengan volume untuk patokan global Brent naik ke level tertinggi dalam lebih dari dua bulan. "Pasar tidak mau ketinggalan saat memasuki akhir pekan, karena invasi yang tampaknya akan segera terjadi dan Anda tahu bahwa akan ada sanksi pembalasan yang akan mengakibatkan gangguan pada pasokan gas alam dan minyak," kata Andrew Lipow, President Lipow Oil Associates di Houston. Katalis utama yang membuat harga minyak melonjak tajam datang setelah Rusia diketahui kembali mengumpulkan cukup banyak pasukan di dekat Ukraina. Pemerintah AS menyebut, hal itu dilakukan untuk melancarkan invasi besar. Washington pun mendesak semua warga AS yang berada di Ukraina untuk meninggalkan negara itu dalam waktu 48 jam. Setali tiga uang, Inggris juga menyarankan warga negaranya untuk meninggalkan Ukraina karena Perdana Menteri Boris Johnson menekankan perlunya sekutu NATO untuk memperjelas bahwa akan ada paket sanksi ekonomi yang berat yang siap diterapkan, jika Rusia menyerang Ukraina. Di sisi lain, International Energy Agency (IEA) menaikkan perkiraan permintaan minyak untuk tahun 2022 dan memperkirakan permintaan global akan meningkat sebesar 3,2 juta barel per hari (bph) tahun ini dan mencapai rekor sepanjang masa 100,6 juta bph. Laporan pengawas energi tersebut mengikuti peringatan Organisasi Negara Pengekspor Minyak awal pekan ini bahwa permintaan minyak dunia mungkin meningkat lebih tajam tahun ini karena pemulihan ekonomi pascapandemi yang kuat. IEA menambahkan, Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dapat membantu menenangkan pasar minyak yang bergejolak jika mereka memompa lebih banyak minyak mentah. IAE menambahkan, aliansi OPEC+ hanya menghasilkan 900.000 barel per hari di bawah target pada Januari.
Arab Saudi dan UEA dianggap memiliki kapasitas produksi cadangan paling banyak dan dapat membantu mengurangi persediaan minyak global yang semakin menipis yang telah menjadi salah satu faktor yang mendorong harga menuju US$ 100 per barel, memperdalam inflasi di seluruh dunia. Pemerintahan Biden menanggapi harga tinggi dengan kembali menyatakan bahwa mereka telah berbicara dengan produsen besar tentang lebih banyak produksi, serta kemungkinan rilis strategis tambahan dari konsumen besar, seperti yang terjadi akhir tahun lalu. Selain itu, pembicaraan nuklir tidak langsung antara AS-Iran dilanjutkan minggu ini setelah istirahat 10 hari. Sebuah kesepakatan bisa melihat pencabutan sanksi terhadap minyak Iran dan mengurangi ketatnya pasokan. Di Amerika Serikat, pengebor menambahkan rig minyak paling banyak dalam seminggu dalam empat tahun, dengan jumlah rig, indikator produksi masa depan, naik 19 menjadi 516, tertinggi sejak April 2020, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes Co.
Editor: Anna Suci Perwitasari