Harga Minyak Melonjak 4% Pada Jumat (17/11), Namun Turun 1% Dalam Sepekan



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak melonjak lebih dari 4% pada akhir perdagangan Jumat, rebound dari level terendah empat bulan di sesi sebelumnya, didukung aksi investor yang mengambil posisi short mengambil keuntungan dan sanksi AS terhadap beberapa pengirim minyak Rusia.

Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent naik US$ 3,19, atau sekitar 4,1% menjadi US$ 80,61 per barel, sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,99, atau 4,1%, pada ke level US$ 75,89.

“Anda mendapatkan rebound alami dari aksi ambil untung dan short-covering, pada tingkat tertentu,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York.


Sejumlah kerugian dikompensasi setelah AS pekan ini memberlakukan sanksi terhadap perusahaan maritim dan kapal yang mengirimkan minyak Rusia yang dijual di atas batas harga Kelompok Tujuh.

Baca Juga: Harga Minyak Menuju Penurunan Empat Pekan Beruntun

Namun, kedua minyak acuan tersebut mengakhiri minggu ini dengan penurunan lebih dari 1%, penurunan mingguan keempat berturut-turut, sebagian besar terbebani oleh kenaikan persediaan minyak mentah AS dan rekor produksi tertinggi yang berkelanjutan.

Krisis properti yang semakin parah di China dan melambatnya pertumbuhan industri juga membebani.

“Pertumbuhan permintaan dari China jauh dari ekspektasi,” kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.

Jumlah rig minyak meningkat paling besar sejak bulan Februari, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes.

“Ketika harga turun tajam, produsen berpikir dua kali untuk melanjutkan belanja modal dan proyek,” kata Phil Flynn, analis Price Futures Group.

Beberapa analis mengatakan aksi jual besar-besaran pada hari Kamis mungkin berlebihan, terutama mengingat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan minyak dan AS berjanji untuk menerapkan sanksi terhadap Iran, pendukung Hamas.

Dengan harga Brent di bawah US$ 80, banyak analis memperkirakan OPEC+, terutama Arab Saudi dan Rusia, akan memperpanjang pengurangan produksi hingga tahun 2024.

Kelompok OPEC+, yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, akan mempertimbangkan apakah akan melakukan pengurangan pasokan minyak tambahan ketika kelompok tersebut bertemu akhir bulan ini, menurut tiga sumber yang mengatakan kepada Reuters.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Tengah Turun, Bagaimana Prospek ke Depan?

“Harga minyak sedikit turun tahun ini meskipun permintaan melebihi ekspektasi optimis kami,” kata analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan.

“Pasokan non-inti OPEC jauh lebih kuat dari perkiraan, sebagian diimbangi oleh pengurangan produksi OPEC.”

Pada tahun 2023, Amerika Serikat, yang merupakan dua pertiga dari pertumbuhan non-OPEC+, diperkirakan akan menghasilkan keuntungan tahunan sebesar 1,4 juta barel per hari (bph), menurut Badan Energi Internasional (IEA).

Sementara itu, inflasi di zona euro tampaknya mulai melandai. Pada hari Jumat, kantor statistik UE mengkonfirmasi inflasi tahunan melambat tajam.

Editor: Herlina Kartika Dewi