KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak melonjak lebih dari 4% pada akhir perdagangan Jumat (17/11),
rebound dari level terendah empat bulan di hari sebelumnya. Investor yang mengambil posisi
short mengambil keuntungan. Sementara sanksi Amerika Serikat (AS) terhadap beberapa pengirim minyak Rusia turut menyokong harga. Jumat (17/11), harga minyak Minyak mentah berjangka Brent naik US$ 3,19 atau sekitar 4,1%, menjadi US$ 80,61 per barel. Harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) naik US$ 2,99, atau 4,1% ke US$ 75,89 per barel pada perdagangan kemarin. Dalam sepekan, harga minyak WTI turun 1,66% dari posisi US$ 77,17 per barel. Sedangkan harga minyak Brent turun 1,01% sepekan.
“Anda mendapatkan
rebound alami dari aksi ambil untung dan
short-covering, pada tingkat tertentu,” kata John Kilduff, partner di Again Capital LLC di New York kepada
Reuters.
Baca Juga: Rusia Jual 99% Minyaknya di Atas Batas Harga G7 Bulan Lalu Beberapa penurunan dikompensasi setelah AS memberlakukan sanksi pada minggu ini terhadap perusahaan maritim dan kapal yang mengirimkan minyak Rusia yang dijual di atas batas harga yang ditetapkan G7. Namun, kedua minyak acuan tersebut mengakhiri minggu ini dengan penurunan lebih dari 1%, penurunan mingguan keempat berturut-turut. Harga minyak melemah empat pekan sebagian besar terbebani oleh kenaikan persediaan minyak mentah AS dan rekor produksi tertinggi yang berkelanjutan. Krisis properti yang semakin parah di Tiongkok dan melambatnya pertumbuhan industri juga membebani harga minyak. “Pertumbuhan permintaan dari China jauh dari ekspektasi,” kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak 4% Pada Jumat (17/11), Namun Turun 1% Dalam Sepekan Jumlah rig minyak meningkat paling besar sejak bulan Februari, kata perusahaan jasa energi Baker Hughes. “Ketika harga turun tajam, produsen berpikir dua kali untuk melanjutkan belanja modal dan proyek,” kata Phil Flynn, analis Price Futures Group. Beberapa analis mengatakan aksi jual besar-besaran pada hari Kamis mungkin berlebihan, terutama mengingat meningkatnya ketegangan di Timur Tengah yang dapat mengganggu pasokan minyak. AS berjanji untuk menerapkan sanksi terhadap Iran, pendukung Hamas. Jika harga minyak Brent di bawah US$ 80, banyak analis memperkirakan OPEC+, terutama Arab Saudi dan Rusia, akan memperpanjang pengurangan produksi hingga tahun 2024.
Baca Juga: Wall Street Nyaris Stagnan, Investor Mencerna Kenaikan Sebelumnya dan Komentar Fed Tiga sumber
Reuters menyebut, OPEC+ akan mempertimbangkan apakah akan melakukan pengurangan pasokan minyak tambahan ketika kelompok tersebut bertemu akhir bulan ini. “Harga minyak sedikit turun tahun ini meskipun permintaan melebihi ekspektasi optimis kami,” kata analis Goldman Sachs dalam sebuah catatan.
“Pasokan non-inti OPEC jauh lebih kuat dari perkiraan, sebagian diimbangi oleh pengurangan produksi OPEC,” imbuh Goldman Pada tahun 2023, Amerika Serikat (AS) yang menyumbang dua pertiga pertumbuhan produksi non-OPEC+, diperkirakan akan menambah produksi 1,4 juta barel per hari (bph), menurut Badan Energi Internasional (IEA). Sementara itu, inflasi di Zona Euro tampaknya mulai mencair. Pada hari Jumat, kantor statistik UE mengonfirmasi inflasi tahunan melambat tajam. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati