Harga minyak melonjak dalam sepekan



JAKARTA. Harga minyak terus menguat setelah sejumlah data ekonomi Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan lalu memperlihatkan hasil yang positif. Di sisi lain, stok minyak AS menurun sehingga harga minyak bisa bertahan di level atas dalam sepekan terakhir.

Di Bursa Nymex sampai dengan Jumat (6/12), harga minyak untuk pengiriman Januari 2014 menguat 0,27% ke US$ 97,65 per barel dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan, harga minyak naik tajam 5,32%.

Harga Minyak West Texas Intermediate (WTI) menunjukkan penguatan dalam sepekan setelah rilis data manufaktur China membaik. Sebelumnya, harga minyak terus tertekan akibat spekulasi waktu tapering. Harga minyak semakin menguat setelah data pengangguran AS turun ke angka 7% pada November, terendah dalam lima tahun terakhir.


Selain data tenaga kerja, produk domestik bruto (PDB) AS pun menunjukkan sinyal positif. PDB AS mencapai 3,6% pada kuartal III. Peningkatan dalam sejumlah data ekonomi membuat AS akan meningkatkan jumlah permintaan terhadap minyak.

Berdasarkan data International Energy Agency, AS mengontribusi 21% dari total permintaan global minyak tahun ini. Data Energy Information Administration (EIA), Departemen Energi AS, menunjukkan, permintaan minyak AS naik 1,7% menjadi 20 juta barel per hari dalam tujuh hari sejak 29 November.

EIA juga merilis data pada 4 Desember yang menunjukkan stok minyak di AS menurun 5,59 juta barel menjadi 385,8 juta pada pekan lalu. Data pemerintah ini menunjukkan, cadangan minyak menurun untuk pertama kalinya dalam 11 pekan setelah permintaan meningkat.

Analis SoeGee Futures Nanang Wahyudin mengatakan, penguatan harga minyak belakangan ini disebabkan oleh data dan kondisi ekonomi AS yang membaik. Kondisi tersebut memicu optimisme pasar bahwa permintaan minyak di AS akan semakin membaik.

Namun, penguatan harga minyak tersebut kemungkinan tidak akan berlangsung lama. Kekhawatiran pasar bahwa meredanya ketegangan geopolitik di kawasan Timur Tengah akan meningkatkan pasokan minyak dunia, akan kembali menekan pergerakan harga minyak.

Selain itu, tekanan juga akan datang dari kebijakan negara anggota OPEC yang beberapa waktu lalu mengatakan akan tetap mempertahankan kapasitas produksi minyak sebesar 30 juta barel per hari. "Itu akan mengurangi penguatan minyak," katanya.

Sedangkan, analis Monex Investindo Futures Albertus Christian mengatakan, harga minyak masih konsolidasi di kisaran sempit setelah sempat membal dari level terendahnya. Konsolidasi harga minyak ditopang oleh data tenaga kerja AS yang menjadi faktor meningkatnya permintaan, terutama jika terjadi lonjakan upah tenaga kerja. "Jika payroll bagus, maka permintaan naik. Ditambah laporan-laporan data ekonomi China yang bagus, harga minyak akan naik," kata Albertus.

Albertus mengatakan, harga minyak masih dalam kondisi jenuh jual. Indikator stochastic berada di area oversold di level 15 dan moving average convergence divergence (MACD) masih berada di area negatif. Kedua indikator ini memberi sinyal penurunan. Dalam jangka panjang, harga minyak membentuk pola konsolidasi di level harga US$ 85 - US$ 112 per barel.

Untuk sepekan, Albertus memprediksi, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 95,18-US$ 98,50 per barel. Nanang memperkirakan, harga minyak akan menguat di kisaran US$ 92,19-US$ 100 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati