KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia mulai mendidih. Per Selasa (11/4), harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 80,33 per barel. Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai, harga minyak bergerak cukup volatil tahun ini. Di awal, pasar mengantisipasi adanya pelemahan permintaan seiring perlambatan ekonomi global. Namun hal tersebut direspons oleh pemotongan produksi oleh OPEC+. “Kami melihat bahwa upaya OPEC+ tersebut merupakan salah satu upaya untuk menjaga harga minyak di level tertentu,” terang Felix kepada Kontan.co.id, Selasa (11/4).
Namun, perlu dicermati juga hubungan diplomatik antara negara di kawasan Arab dan Amerika Serikat (AS). Felix mengamati, AS merekomendasikan OPEC+ untuk menjaga dan bahkan menaikkan produksi minyaknya, namun respons OPEC+ malah sebaliknya.
Baca Juga: Laba Bersih Charoen Pokphand (CPIN) Merosot 19%, Cermati Rekomendasi Analis Hal ini menjadikan situasi yang dilematis bagi AS, karena negeri Paman Sam ini sudah mengeluarkan cadangan minyak mereka alias Special Petroleum Reserve (SPR) untuk menetralisir harga minyak. AS juga perlu mengisi kembali SPR di harga yang rendah. Kepala Riset RHB Sekuritas Andrey Wijaya mempertahankan perkiraan harga minyak mentah Brent untuk tahun 2023 dan 2024 di level US$ 90 per barel dan US$ 80 per barel. Kenaikan harga minyak mentah berasal dari kebijakan OPEC+ yang secara agresif mengurangi produksi, permintaan minyak global yang lebih tinggi dari perkiraan, dan peristiwa geopolitik yang tak terduga. Dengan kondisi ini, RHB Sekuritas meyakini kinerja para pemain di industri minyak dan gas (migas) akan meningkat. Dua emiten yang menjadi pilihan utama alias
top picks yakni PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) dan PT Medco Energi Internasional Tbk (
MEDC). Felix memproyeksi, rata-rata harga minyak mentah tahun ini akan berada di level US$ 80 per barel sampai US$ 85 per barel. Kenaikan harga minyak ini dinilai Felix bisa berdampak positif untuk harga jual rata-rata alias
average selling price (ASP) emiten-emiten migas secara umum. Felix merekomendasikan
buy saham MEDC dengan target harga Rp 1.315 dan
buy saham PGAS dengan target harga Rp 2.100. Sementara RHB Sekuritas menyematkan
rating overweight di sektor migas, dengan rekomendasi
buy saham MEDC dengan target harga Rp 1.400,
buy saham PGAS dengan target harga Rp 2.200, dan
buy saham PT AKR Corporindo Tbk (
AKRA) dengan target harga Rp 1.700. Risiko
downside dari rekomendasi ini diantaranya perlambatan ekonomi global, normalisasi harga komoditas migas, dan perubahan regulasi pemerintah yang tidak menguntungkan. Analis CGS CIMB Sekuritas Bob Setiadi mempertahankan asumsi harga minyak Brent pada level US$ 85 untuk 2023 dan US$ 80 per barel untuk 2024. Namun, dia memangkas perkiraan pada produksi minyak dan gas MEDC untuk tahun ini dan tahun depan dengan mempertimbangkan dua faktor.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Saham Syariah di tengah Pelemahan Indeks dan Rotasi Sektor Pertama, penjualan dua blok luar negeri yang menghasilkan sekitar 4,8 milion barrel oil of equivalent per day (mboepd) dan menurunnya hak partisipasi di blok Corridor setelah Desember 2023. Sehingga, proyeksi produksi minyak MEDC tahun ini berada di kisaran 30,3 million barrels of oil per day (mbopd) dari sebelumnya 31,1 mbopd. Dia merekomendasikan
add saham MEDC dengan target harga Rp 1.500 dari sebelumnya Rp 1.350. “Kami melihat valuasi MEDC masih menarik karena kami memproyeksikan
dividend yield 2022-2023 sebesar 9,6%-11,6%, dengan asumsi pembayaran dividen 40%-45%,” tulis Bob dalam riset, Rabu (5/4). Bob juga merekomendasikan
add saham AKRA dengan target harga Rp 1.800. Rekomendasi ini naik dari sebelumnya
hold dengan target harga Rp 1.425. Penurunan harga minyak berpotensi membebani
spread margin segmen bisnis bahan bakar minyak AKRA.
Oleh karena itu, ketidakmampuan untuk mempertahankan
spread akan sangat berdampak pada laba bersihnya di 2023, yang sekaligus menjadi risiko dari rekomendasi ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi