Harga minyak memanas setelah Trump tinggalkan kesepakatan nuklir Iran



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah dunia diperdagangkan lebih mahal pada Rabu pagi (9/5), setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan keluar dari perjanjian nuklir dengan negara sekutu dan Iran. 

Langkah AS keluar dari perjanjian yang dibuat tahun 2015 tersebut diperkirakan bisa meningkatkan konflik di Timur Tengah dan mendorong ketidakpastian pasokan minyak global. 

Harga minyak Brent di pasar berjangka merangkak ke US$ 76,21 per barel, naik 1,8% dari hari sebelumnya. Harga minyak ini mendekati level US$ 76,34 per barel yang ditoreh Senin lalu, yang juga merupakan harga tertinggi sejak 2014. 


Harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) di pasar berjangka juta naik US$ 1,18 atau 1,7% menjadi US$ 70,24 per barel. Ini pun hampir mendekati level tertinggi dalam empat tahun terakhir. 

Setelah keluar dari kesepakatan, Presiden AS Donald Trump memutuskan untuk menyusun kembali sanksi Iran yang lebih ketat dalam waktu 180 hari ke depan. Hal ini bisa mempengaruhi posisi Iran sebagai salah satu eksportir minyak dunia.

Iran kembali menjadi salah satu eksportir minyak terbesar dunia tahun 2016, AS dan nengara sekutunya mencabut sanksi ekonomi sebagai pertukaran atas pengekangan program nuklir Iran. Dengan ekspor mencapai 2,6 juta barel per hari ke Asia dan Eropa, per April lalu, Iran menjadi eksportir minyak ketiga di antara negara Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) setelah Arab Saudi dan Irak. 

ANZ bank menilai, dengan sanksi baru Trump, pasar akan mengalami pengetatan suplai minyak secara signifikan mulai semester kedua hingga akhir tahun.

Sedangkan Tomomichi Akuta, senior economist di Mitsubishi UFJ Research and Consulting in Tokyo menyebut, ada kekhawatiran ekspor Iran akan turun 1 juta barel per hari dibanding posisi sekarang. "Hal ini bisa menyebabkan penurunan pasokan minyak global. Harga minyak setidaknya bisa naik US$ 10 per barel, dengan harga Brent bisa mendekati US$ 90," katanya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia