JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah tumbuh 18% sepanjang tahun ini. Pencapaian tersebut tak lepas dari membaiknya harga minyak mentah di pasar global. Penurunan cadangan minyak Amerika Serikat dan harapan perbaikan permintaan di musim dingin berpotensi memanaskan harga minyak di sisa tahun ini. Bobot emiten pertambangan terhadap indeks memang belum terlalu besar. Dari data
Bloomberg, sepanjang tahun ini, emiten pertambangan atau Jakarta Mining Index hanya memberi porsi 4,4% terhadap bobot IHSG. Tetapi angka ini naik dibandingkan bobot tahun lalu sebesar 2,9%.
Saat harga minyak dan komoditas lainnya menanjak tinggi pada 2010, indeks pertambangan memberi bobot 16,29% terhadap IHSG. Meski belum kembali ke masa kejayaan komoditas, kenaikan harga minyak tahun ini mengirim sinyal perbaikan ekonomi global. Tak dipungkiri, hal tersebut turut menghembuskan sentimen positif ke pasar saham. Saat ini, harga minyak berada di level US$ 51,85 per barel. Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri mengatakan, harga minyak cenderung lebih stabil di sisa tahun ini sehingga kinerja emiten komoditas di semester kedua diprediksi lebih baik. Kenaikan harga minyak juga turut melambungkan harga komoditas pertambangan lainnya, seperti batubara dan nikel. Di pasar saham Indonesia, emiten batubara memiliki bobot yang lebih besar dibandingkan emiten di sektor minyak dan gas. Ambil contoh, PT Adaro Energy (ADRO) yang harga sahamnya sudah melambung 191% sepanjang tahun ini dan menjadi salah satu penggerak utama IHSG. Saham ADRO dengan nilai kapitalisasi Rp 48 triliun berkontribusi 29,5 poin pada kenaikan IHSG yang sebesar 816,24 poin. Hans menilai, kenaikan harga minyak merupakan faktor eksternal yang menjadi indikator perbaikan ekonomi global. Rencana pengurangan produksi OPEC dan menyusutnya cadangan minyak di AS akan membuat harga minyak menguat. "Permintaan dari AS kemungkinan lebih banyak," ujar dia. Laporan tingkat inflasi yang bagus dari China dan pertumbuhan ekonomi yang lumayan stabil turut menggerakkan harga minyak. Tapi, kenaikan harga minyak dinilai akan memiliki dampak lain. Misalnya, meningkatkan inflasi AS, yang semakin memperkuat potensi naiknya suku bunga The Fed. Hans memperkirakan, Fed rate naik sekitar 25 basis poin. "Namun, hal ini sudah diperhitungkan pasar," imbuh dia. Meski sentimen positif harga minyak turut berkontribusi pada kenaikan IHSG, saham komoditas terlihat sudah naik terlalu tinggi. Sehingga, jika ingin mengoleksi saham komoditas, sebaiknya untuk jangka panjang. "Karena tahun depan diharapkan kondisi ekonomi juga sudah membaik." ujar Hans. Menurut Hans, saat ini
price earning ratio (PE) IHSG sudah lumayan mahal. Sehingga, meski masih banyak sentimen positif, kenaikan IHSG di akhir tahun akan terbatas. Ia memperkirakan, IHSG ditutup di kisaran 5.600 di pengujung tahun.
Analis Asjaya Indosurya Securities Wiliam Surya Wijaya berharap kenaikan harga minyak tidak terlalu tinggi karena akan mempengaruhi emiten lain, seperti emiten konsumer dan emiten di sektor transportasi. "Jika kenaikannya terlalu tinggi, ongkos distribusi emiten di sektor konsumer dan transportasi membengkak," kata dia. Menurut William, kenaikan IHSG sepanjang tahun ini lebih banyak disebabkan kondisi fundamental ekonomi yang lumayan bagus. Ia memperkirakan IHSG di level 5.524 pada akhir tahun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie