KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak menanjak setelah turun lebih dari 3% pada hari Senin. Penurunan harga minyak kemarin beriringan dengan pelemahan harga emas dan Wall Street. Penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terjadi setelah data sektor jasa AS yang meningkat menimbulkan kekhawatiran bahwa Federal Reserve dapat melanjutkan jalur pengetatan kebijakan agresif. Pada pagi ini, harga minyak kembali menguat meski belum menutup penurunan kemarin. Selasa (6/12) pukul 7.20 WIB, harga minyak WTI kntrak Januari 2023 di New York Mercantile Exchange menguat 0,64% ke US$ 77,42 per barel setelah kemarin turun 3,8%.
Sedangkan harga minyak Brent kontrak Februari 2023 kemarin turun 3,4%% menjadi US$ 82,68 per barel.
Baca Juga: Prediksi IHSG Hari Ini (6/12) Bisa Turun Lagi, Peluang Buy Untuk 8 Saham Berikut Aktivitas industri jasa AS secara tak terduga meningkat pada bulan November. Data yang menyusul pemulihan ketenagakerjaan AS menawarkan lebih banyak bukti tentang momentum yang menyokong ekonomi AS karena bersiap menghadapi resesi yang diantisipasi tahun depan. Berita itu menyebabkan pasar minyak dan saham turun. Data ekonomi yang membaik menantang harapan bahwa Fed dapat memperlambat laju dan intensitas kenaikan suku bunga. "Kegelisahan ekonomi makro tentang The Fed dan apa yang akan mereka lakukan pada suku bunga mengambil alih pasar," kata Phil Flynn, analis di Price Futures Group kepada
Reuters.
Baca Juga: Simak Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Hari Ini, Selasa (6/12) Mendukung pasar sebelumnya, OPEC+ pada Minggu (4/12) sepakat untuk tetap berpegang pada rencana Oktober mereka untuk memangkas produksi sebesar 2 juta barel per hari (bpd) dari November hingga 2023. "Keputusan itu tidak mengherankan mengingat ketidakpastian di pasar atas dampak larangan impor minyak mentah Rusia dari Uni Eropa mulai 5 Desember dan pembatasan harga G7," kata Ann-Louise Hittle, wakil presiden konsultan Wood Mackenzie. Dia menambahkan bahwa kelompok produsen minyak menghadapi risiko penurunan dari potensi pelemahan pertumbuhan ekonomi global dan kebijakan nol Covid China. Negara-negara Kelompok Tujuh (G7) dan Australia pekan lalu menyepakati batas harga US$ 60 per barel untuk minyak Rusia lintas laut. Namun, efek pembatasan harga di pasar berjangka selama sesi Senin kehabisan tenaga pada penghujung hari, kata Andrew Lipow, presiden Lipow Oil Associates di Houston.
Baca Juga: Harga Minyak Naik 2% Setelah OPEC+ Melanjutkan Pemangkasan Produksi "Pasar telah menyadari bahwa Uni Eropa telah melarang pembelian minyak Rusia dengan beberapa pengecualian terbatas, dan China serta India akan melanjutkan dan membeli minyak mentah Rusia, sehingga dampak dari pembatasan harga lebih terbatas," kata Lipow. Sebagai tanda positif untuk permintaan bahan bakar di importir minyak utama dunia, lebih banyak kota di China melonggarkan pembatasan Covid selama akhir pekan. Aktivitas bisnis dan manufaktur di China, ekonomi terbesar kedua di dunia, tahun ini terpukul oleh langkah-langkah ketat untuk mengekang penyebaran virus corona. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati