Harga Minyak Mentah Acuan Rebound di Tengah Kekhawatiran Terbatasnya Pasokan



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak ditutup menguat hampir lebih dari 1% pada akhir perdagangan Selasa (26/9). Ini menjadi rebound harga minyak setelah merosot ke level terendah dalam dua minggu pada awal perdagangan karena ekspektasi berkurangnya pasokan melebihi kekhawatiran bahwa ketidakpastian prospek ekonomi akan menghambat permintaan.

Selasa (26/9), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman November 2023 ditutup menguat 67 sen atau 0,7% ke US$ 93,96 per barel.

Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman November 2023 ditutup naik 71 sen atau 0,8% ke US$ 90,39 per barel.


Sentimen bagi harga minyak datang setelah pada Senin (25/9), Rusia melunakkan larangan ekspor bensin dan solar. Ekspor produk yang sudah diterima oleh Kereta Api Rusia dan Transneft dapat dilanjutkan.

Sementara, bahan bakar gas dan bahan bakar yang mengandung sulfur lebih tinggi yang digunakan untuk bunkering akan dikecualikan dari larangan tersebut.

Baca Juga: Harga Minyak Tumbang Karena Prospek Ekonomi Suram

Namun larangan ekspor solar dan bensin berkualitas tinggi tetap berlaku.

Pasokan minyak masih terbatas karena Rusia dan Arab Saudi telah memperpanjang pengurangan produksi hingga akhir tahun.

“Pasokan minyak diperkirakan akan melemahkan permintaan di masa mendatang dan oleh karena itu pelemahan apa pun, meskipun sangat mengejutkan, tidak akan bertahan lama,” kata Tamas Varga, analis di pialang minyak PVM.

Bank sentral terkemuka dunia, Federal Reserve (The Fed) dan European Central Bank (ECB), dalam beberapa hari terakhir telah menegaskan kembali komitmen mereka untuk memerangi inflasi, yang menandakan kebijakan moneter ketat mungkin akan bertahan lebih lama dari perkiraan sebelumnya.

Suku bunga yang lebih tinggi memperlambat pertumbuhan ekonomi, sehingga membatasi permintaan minyak.

“Produk olahan masih berada di bawah tekanan karena kekhawatiran akan harga minyak yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dan ditambah dengan suku bunga yang lebih tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama dapat menekan permintaan,” kata Andy Lipow, presiden Lipow Oil Associates LLC.

Di sisi lain, indeks dolar AS yang mencapai level tertinggi dalam 10 bulan, karena imbal hasil obligasi yang lebih tinggi menarik investor untuk memilih the greenback membatasi penguatan harga minyak.

Sebagai mata uang utama yang digunakan untuk menentukan harga minyak, penguatan dolar AS biasanya membebani permintaan minyak karena harga minyak menjadi lebih mahal bagi importir dibandingkan dengan mata uang lokal mereka.

Sementara itu, lembaga pemeringkat Moody's mengatakan pada hari Senin bahwa penutupan pemerintah AS akan merugikan kredit negara tersebut, peringatan ini muncul satu bulan setelah Fitch menurunkan peringkat kredit AS satu tingkat lantaran krisis plafon utang.

Baca Juga: Wall Street Anjlok: Indeks S&P 500, Nasdaq dan Dow Ditutup Melemah Lebih dari 1%

“Ancaman penutupan pemerintah AS dan potensi dampaknya terhadap peringkat kredit negara juga dapat menjadi faktor yang membuat minyak semakin sulit mencapai target US$ 100 per barel,” tambah Varga.

Data industri yang dirilis setelah penyelesaian menunjukkan stok minyak mentah AS meningkat pekan lalu sekitar 1,6 juta barel, menurut sumber pasar yang mengutip angka American Petroleum Institute. Analis memperkirakan penurunan 300.000 barel. Data stok minyak mentah API/pemerintah AS akan dirilis pada hari Rabu.

Kekhawatiran investor terhadap pengetatan pasokan di pusat penyimpanan Cushing, Oklahoma juga mendorong harga selama sesi tersebut, kata analis Price Futures Group Phil Flynn.

Stok minyak mentah di Cushing berada pada titik terendah dalam 14 bulan terakhir karena kuatnya permintaan penyulingan dan ekspor, sehingga memicu kekhawatiran mengenai kualitas minyak yang tersisa dan potensi penurunan di bawah tingkat operasi minimum.

Editor: Anna Suci Perwitasari