Harga minyak mentah ditutup naik lebih dari 1%, data pabrik China jadi penopang



KONTAN.CO.ID -  NEW YORK. Harga minyak mentah ditutup menguat pada akhir perdagangan kemarin, didukung oleh data yang menunjukkan pabrik-pabrik China kembali ke level sebelum pandemi yang menjadi tanda-tanda meningkatnya permintaan energi serta harapan untuk kesepakatan di Amerika Serikat tentang lebih banyak stimulus ekonomi terkait virus corona.

Mengutip Reuters, Senin (10/8), harga minyak mentah jenis Brent kontrak pengiriman Oktober 2020 di ICE Futures ditutup naik 59 sen atau 1,3% menjadi US$ 44,99 per barel.

Serupa, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman September 2020 di Nymex ditutup melesat 72 sen atau 1,8% ke US$ 41,94 per barel.

Baca Juga: Wall Street ditutup mixed, Dow Jones naik lebih dari 1% dan Nasdaq ke bawah 11.000

Dukungan bagi harga minyak mentah acuan ini datang setelah Presiden AS Donald Trump men-tweet bahwa Partai Demokrat di Kongres ingin bertemu dengannya untuk kembali membahas stimulus ekonomi terkait virus corona.

Pembicaraan antara Demokrat dan pemerintahan Trump macet pekan lalu.

"Kompleks minyak sangat bergantung pada bantuan itu. Kami membutuhkan orang untuk dapat meningkatkan aktivitas ekonomi untuk memacu permintaan," kata John Kilduff, partner Again Capital di New York.

Sokongan bagi minyak juga masih datang dari pernyataan CEO Saudi Aramco Amin Nasser, yang merupakan perusahaan minyak terbesar di dunia, yang melihat permintaan minyak rebound di kawasan Asia karena ekonomi secara bertahap terbuka.

Deflasi pabrik China mereda pada bulan Juli, didorong oleh kenaikan harga minyak global dan aktivitas industri naik menuju level sebelum pandemi.

"Sedikit berita utama yang menguntungkan di bagian depan virus korona sudah cukup untuk memacu minat beli kembali ke pasar bensin," kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates.

Baca Juga: Harga CPO diramal bakal kembali ke level stabil di tahun 2021

Belum lagi pernyataan Irak di pekan lalu, yang mengatakan akan memangkas produksi minyaknya sebanyak 400.000 barel per hari untuk bulan Agustus dan September. Ini dilakukan sebagai mengkompensasi kelebihan produksi dalam tiga bulan terakhir.

Langkah tersebut akan membantunya memenuhi bagian pemotongannya oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC +.

"Ini akan mengirimkan sinyal yang kuat ke pasar minyak di berbagai tingkatan. Artinya, ini juga akan membutuhkan perusahaan internasional yang beroperasi di Irak untuk bergabung dengan pemotongan," kata Eugen Weinberg, analis Commerzbank.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari