KONTAN.CO.ID - DENVER. Harga minyak merosot di awal pekan ini karena investor menyeimbangkan gangguan yang terkait dengan meningkatnya ketegangan AS-Venezuela dengan kekhawatiran kelebihan pasokan dan dampak dari potensi kesepakatan damai Rusia-Ukraina. Senin (15/12/2025), harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Februari 2026 ditutup turun 56 sen atau 0,92% menjadi US$ 60,56 per barel. Sejalan, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Januari 2025 ditutup melemah 62 sen atau 1,08% ke US$ 56,82 per barel. Kedua kontrak tersebut merosot lebih dari 4% di pekan lalu, terbebani oleh ekspektasi surplus minyak global pada tahun 2026.
Ekspor minyak Venezuela telah turun tajam sejak AS menyita sebuah kapal tanker pekan lalu dan memberlakukan sanksi baru terhadap perusahaan pelayaran dan kapal yang berbisnis dengan produsen minyak Amerika Latin tersebut, menurut data pelayaran, dokumen, dan sumber maritim.
Baca Juga: Spotify Mengalami Gangguan, Sahamnya Anjlok pada Senin (15/12) Pasar memantau perkembangan dan dampaknya terhadap pasokan minyak dengan cermat, dengan Reuters melaporkan bahwa AS berencana untuk mencegat lebih banyak kapal yang membawa minyak dari Venezuela setelah penyitaan kapal tanker tersebut, yang akan meningkatkan tekanan pada Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Perusahaan minyak milik negara Venezuela, PDVSA, mengalami serangan siber, kata perusahaan itu pada hari Senin, dan kapal tanker yang seharusnya mengambil minyak mentah di sana berbalik arah karena ketegangan meningkat. "Penurunan harga minyak dan pencapaian titik terendah bulan ini di seluruh kompleks berjangka utama pekan lalu mungkin akan menyebabkan harga yang lebih negatif jika bukan karena peningkatan tekanan dari Amerika Serikat terkait Venezuela," kata John Evans, seorang analis di PVM. Namun demikian, pasokan minyak yang melimpah yang sudah dalam perjalanan ke China, pembeli minyak terbesar Venezuela, serta pasokan global yang berlimpah dan permintaan yang lebih lemah meredam sebagian dampak gangguan pasokan yang terkait dengan penyitaan kapal tanker.
PASAR TETAP FOKUS PADA GEOPOLITIK
Kemajuan dalam pembicaraan perdamaian AS juga mendorong pasar turun pada hari Senin. Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy menawarkan untuk membatalkan aspirasi negaranya untuk bergabung dengan aliansi militer NATO saat ia mengadakan pembicaraan selama lima jam dengan utusan AS di Berlin pada hari Minggu (14/12/2025). Putaran kedua pembicaraan berakhir pada hari Senin. "Selama dua hari terakhir, negosiasi Ukraina-AS telah konstruktif dan produktif, dengan kemajuan nyata yang dicapai," tulis Rustem Umerov, sekretaris Dewan Keamanan dan Pertahanan Nasional, di X setelah pembicaraan hari Senin. Kesepakatan perdamaian yang mungkin terjadi pada akhirnya dapat meningkatkan pasokan minyak Rusia, yang saat ini dikenai sanksi oleh negara-negara Barat. Meningkatnya ekspektasi surplus juga membebani harga, begitu pula data ekonomi yang lebih lemah dari China. Produksi pabrik di China melambat ke level terendah 15 bulan pada bulan November, sementara penjualan ritel tumbuh pada laju terlemah sejak Desember 2022.
Baca Juga: Airbus Mengirim 30 Pesawat pada Paruh Pertama Desember, Masih Jauh dari Target J.P. Morgan Commodities Research mengatakan dalam sebuah catatan pada hari Sabtu bahwa surplus minyak pada tahun 2025 diperkirakan akan semakin melebar hingga tahun 2026 dan 2027, karena pasokan minyak global diproyeksikan akan melampaui permintaan, berkembang tiga kali lipat dari laju pertumbuhan permintaan hingga tahun 2026. "Risiko menurun, dengan pasar ekuitas AS diperdagangkan lebih rendah, dan data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan tidak membantu harga minyak mentah," kata Giovanni Staunovo, seorang analis dari UBS.