Harga Minyak Mentah Lanjut Melemah, Brent dan WTI Turun 0,7% di Pagi Ini



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak melemah untuk hari kedua di awal perdagangan Asia karena kekhawatiran atas ketegangan geopolitik mereda dan meningkatnya jumlah kasus COVID-19 di China menambah kekhawatiran permintaan di importir minyak mentah terbesar dunia itu.

Kamis (17/11) pukul 09.00 WIB, harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Januari 2022 turun 62 sen, atau 0,7% menjadi US$ 92,24 per barel.

Sejalan, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Desember 2022 turun 65 sen, atau 0,8% ke US$ 84,94 per barel.


Harga minyak Brent turun 1,1% dan WTI turun 1,5% pada hari Rabu setelah pengiriman minyak Rusia melalui pipa Druzhba ke Hongaria dimulai kembali.

"Minyak mentah turun setelah NATO membersihkan serangan rudal Rusia di Polandia, sementara kekhawatiran permintaan kembali ke fokus pedagang di tengah pembatasan COVID China yang sedang berlangsung dan prospek ekonomi global yang suram," kata Tina Teng, seorang analis di CMC Markets.

Baca Juga: Harga Minyak Terkoreksi Pada Kamis (17/11) Pagi

Polandia dan aliansi militer NATO mengatakan pada hari Rabu bahwa sebuah rudal yang jatuh di dalam Polandia mungkin nyasar ditembakkan oleh pertahanan udara Ukraina dan bukan serangan Rusia, meredakan kekhawatiran perang antara Rusia dan Ukraina tumpah melintasi perbatasan.

Harga minyak turun meskipun penarikan stok minyak mentah di Amerika Serikat lebih besar dari perkiraan, tambah Teng.

Stok minyak mentah di AS, konsumen minyak terbesar dunia, turun 5,4 juta barel dalam pekan yang berakhir 11 November menjadi 435,4 juta barel, Administrasi Informasi Energi mengatakan pada hari Rabu, dibandingkan dengan ekspektasi dalam jajak pendapat Reuters untuk penurunan 440.000 barel.

Namun, persediaan bensin dan bahan bakar sulingan keduanya naik lebih dari ekspektasi.

Lebih banyak minyak akan mengalir ke AS karena TC Energy mencabut force majeure pada pipa Keystone 622.000 barel per hari yang memasok Midwest dan Gulf Coast yang telah mengurangi pengiriman sebesar 7%.

Kekhawatiran berkelanjutan dari kelemahan permintaan di China juga "menjaga pasar tetap stabil," kata Stephen Innes, Managing Partner di SPI Asset Management, karena terus melaporkan lebih banyak kasus COVID di kota-kota besar.

Baca Juga: Harga Minyak Naik, Dipicu Kekhawatiran Meluasnya Perang Rusia Ukraina

"Dengan kasus COVID di China yang terus meningkat, terutama saat kita bergerak menuju musim flu, para pedagang tidak memiliki banyak pilihan untuk mengkalibrasi ulang posisi yang mencerminkan kemungkinan lebih banyak penguncian di pusat-pusat berpenduduk padat yang merugikan permintaan minyak secara eksponensial lebih dari area ekonomi lainnya, " ucap Innes.

Beban kasus COVID China lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, tetapi China mempertahankan kebijakan ketat untuk menghentikan kasus sebelum menyebar lebih lanjut.

Komisi Kesehatan Nasional melaporkan 23.276 infeksi COVID-19 baru pada 16 November, di mana lebih dari 20.000 tidak menunjukkan gejala.

Editor: Anna Suci Perwitasari