Harga Minyak Mentah Naik 2%, Rusia Berencana Pangkas Produksinya



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Harga minyak mentah naik 2% di tengah ekspektasi pemotongan produksi Rusia bulan depan pada perdagangan Kamis (23/2). Tetapi dolar Amerika Serikat (AS) yang lebih kuat dan lonjakan persediaan AS yang lebih tajam dari perkiraan telah menambah kekhawatiran permintaan.

Melansir Reuters, harga minyak mentah Brent naik US$1,61 atau 2% menjadi US$82,21 per barel, dibandingkan dengan sekitar US$98 per barel menjelang invasi Rusia ke Ukraina setahun lalu.

Sedangkan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) ditutup naik US$1,44 atau 2% menjadi US$75,39 per barel, mengakhiri penurunan beruntun sesi keenam.


Harga minyak mentah mendapat dorongan awal dari rencana Rusia untuk memotong ekspor minyak dari pelabuhan barat hingga 25% pada bulan Maret, melebihi pengurangan produksi yang diumumkan sebesar 500.000 barel per hari.

Baca Juga: Harga Minyak Mentah 3%, Risiko Inflasi yang Tinggi Picu Kekhawatiran Permintaan

Sementara dolar AS yang lebih kuat tetap menjadi hambatan jangka pendek untuk minyak mentah, analis UBS mengatakan mereka mengharapkan produksi Rusia yang lebih rendah dan pembukaan kembali China untuk memperketat pasar minyak dan mendukung harga.

Indeks dolar naik untuk sesi ketiga berturut-turut, setelah risalah FOMC terbaru menunjukkan mayoritas pejabat The Fed setuju bahwa risiko inflasi tinggi menjamin kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Greenback yang lebih kuat membuat minyak berdenominasi dolar lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, menekan permintaan. Kedua tolok ukur minyak kehilangan lebih dari US$2 pada sesi sebelumnya setelah rilis risalah The Fed.

Harga minyak juga berada di bawah tekanan setelah data pemerintah AS menunjukkan persediaan minyak mentah negara itu naik untuk kesembilan kalinya berturut-turut pekan lalu, memicu kekhawatiran permintaan.

Administrasi Informasi Energi AS mengungkapkan, stok minyak mentah AS naik 7,6 juta barel dalam sepekan hingga 17 Februari. Atau lebih dari tiga kali lipat ekspektasi analis untuk kenaikan 2,1 juta barel.

"Sehubungan dengan tekanan yang datang dari Federal Reserve pada permintaan dan cuaca yang menghangat di AS dan Eropa, ada kekhawatiran menyeluruh tentang sisi permintaan," kata Tony Headrick, analis pasar energi di CHS Hedging.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto