Harga minyak mentah terbang lagi merespon seruan sanksi AS terhadap Iran



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak naik pada Kamis (28/6) dengan minyak mentah AS mencapai titik tertinggi tiga setengah tahun. Kenakan ini terdorong oleh kekhawatiran pasokan akibat sanksi AS yang mungkin dapat menyebabkan penurunan besar dalam ekspor minyak mentah dari Iran.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) naik 69 sen, hampir 1%, sebelum menetap di US$ 73,45 per barel. Bahkan, pada awal sesi kemarin waktu AS, harga mencapai US$ 74,03 pada yang merupakan tertinggi sejak 26 November 2014.

Minyak mentah Brent berjangka naik 23 sen lalu menetap di US$ 77,85 per barel.


Amerika Serikat (AS) pekan ini menuntut negara-negara menghentikan impor minyak Iran dari November. Langkah garis keras ini diharapkan pemerintah Trump akan memotong pendanaan ke Teheran.

Pada hari Kamis, para pejabat mengatakan mereka akan bekerja dengan negara-negara berdasarkan kasus per kasus. China, pengimpor terbesar minyak Iran, belum berkomitmen pada posisi AS.

"Sanksi yang mencoba mengisolasi Iran sedikit lebih banyak, dan itu berpotensi memangkas lebih banyak minyak dari arena global secara keseluruhan," kata Mark Watkins, ahli strategi investasi regional di USS Wealth Management AS.

"Jika Anda memiliki minyak Iran yang diambil dari pasar, maka Anda mengalami penurunan pasokan dan dengan segala cara, itu akan memberi tekanan lebih besar pada harga minyak untuk naik."

Minyak mentah AS berjangka memperpanjang kenaikan setelah data menunjukkan persediaan di pusat pengiriman Cushing, Oklahoma, turun 3,1 juta barel dalam seminggu hingga 26 Juni, kata para pedagang, mengutip data dari firma intelijen pasar Genscape.

Tidak semua indikator mengarah ke pasar yang selalu ketat. Produksi minyak mentah AS mendekati 11 juta barel per hari (bph).

Namun para analis mengatakan pasar memiliki sedikit kapasitas cadangan untuk menghadapi gangguan lebih lanjut.

"Dengan persediaan masih menurun dan kapasitas cadangan rendah, ada sangat sedikit bantalan untuk gangguan pasokan yang disebabkan oleh meningkatnya risiko geopolitik," kata bank ANZ kepada Reuters.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hasbi Maulana