Harga minyak mentah tergelincir penguatan dolar AS usai pernyataan The Fed



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Harga minyak mentah tergelincir setelah dolar Amerika Serikat (AS) menguat usai Federal Reserve mengisyaratkan akan menaikkan suku bunga lebih cepat dari yang diharapkan. Namun, pelemahan harga minyak dibatasi oleh penurunan besar dalam persediaan minyak mentah AS.

Kamis (17/6) pukul 11.15 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Agustus 2021 turun 41 sen, atau 0,6% menjadi US$ 73,98 per barel. Di sisi sebelumnya, harga minyak mencapai posisi tertinggi sejak April 2019. 

Serupa, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) melemah 39 sen atau 0,5% ke level US$ 71,76 per barel. WTI pun sempat berada di level tertinggi sejak Oktober 2018 pada hari sebelumnya.


"Pasar energi menjadi begitu terpaku pada musim perjalanan yang biasanya berlangsung pada musim panas yang kuat dan pembicaraan kesepakatan nuklir Iran sehingga mereka agak dibutakan oleh kejutan hawkish dari The Fed," kata Edward Moya, Senior Market Analyst OANDA.

"The Fed diperkirakan akan menahan dan menyepakati pertemuan ini, tetapi mereka mengirim pesan yang jelas bahwa mereka siap untuk mulai berbicara tentang pengurangan dan itu berarti dolar siap untuk rebound yang seharusnya menjadi angin sakal untuk semua komoditas," tambah Moyo.

Dolar AS berhasil terbang ke penguatan tertinggi dalam 1 hari terkuat dalam 15 bulan terakhir setelah The Fed mengisyaratkan akan menaikkan suku bunga pada kecepatan yang jauh lebih cepat dari yang diperkirakan.

Baca Juga: Harga minyak mentah turun, tertekan oleh dolar AS yang lebih kuat

Penguatan the greenback membuat harga minyak yang diperdagangkan dalam dolar AS menjadi lebih mahal dalam mata uang lain. Ini berpotensi membebani permintaan.

Namun, penurunan harga minyak terbatas karena data dari Energy Information Administration (EIA) menunjukkan, stok minyak mentah AS turun tajam pada pekan lalu karena kilang meningkatkan operasi ke level tertinggi sejak Januari 2020. Hal tersebut menandakan peningkatan permintaan yang berkelanjutan.

Juga mendorong harga, produksi kilang di China, konsumen minyak terbesar kedua di dunia, naik 4,4% pada Mei dari bulan yang sama tahun lalu ke rekor tertinggi.

"Kemunduran harga minyak ini seharusnya bersifat sementara karena fundamental pada sisi penawaran dan permintaan harus dengan mudah dapat mengkompensasi rebound dolar," pungkas Moya.

Selanjutnya: Gelontorkan capex hingga Rp 30 miliar, ini yang akan dilakukan Multi Indocitra

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari