Harga Minyak Mentah Tertekan, Simak Prediksi Tahun 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia masih tertekan. Merujuk data tradingeconomics.com, harga minyak WTI pada perdagangan Rabu (13/12) per pukul 19.35 WIB berada di US$ 68,92 per barel dan Brent di US$ 73,54 per barel, mencerminkan penurunan masing-masing 11,86% dan 10,62% dalam sebulan. 

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, harga minyak tertekan karena terjadi perlambatan ekonomi di China. Hal ini terlihat dari pertumbuhan ekonomi China yang tercatat sebesar 4,9% year on year (yoy) pada kuartal III-2023, lebih rendah dibandingkan dengan kuartal II-2023 yang sebesar 6,3% yoy.

Selain itu, terjadi kelebihan pasokan dalam cadangan minyak Amerika Serikat (AS) meski musim dingin sudah tiba. Ditambah lagi, harga gas alam yang merupakan substitusi minyak mentah lebih murah sehingga banyak negara yang memilih menggunakan gas alam dibanding minyak mentah. 


Untuk tahun 2024, Ibrahim memprediksi harga minyak mentah akan berada di level yang tidak terlalu tinggi. Kisaran pergerakannya hanya akan berada di US$ 65 per barel hingga US$ 75 per barel.

Baca Juga: ICDX Mencatat Kenaikan Volume Transaksi Lebih dari 12%, Emas Jadi Favorit Trader

Sentimen negatifnya masih berasal dari potensi berlanjutnya perlambatan ekonomi China yang diperkirakan bakal lebih parah dibanding 2023. Konflik Israel-Hamas juga diprediksi akan usai karena mayoritas negara-negara yang tergabung dalam Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tengah mendesak pemberlakuan gencatan senjata di Gaza.

"Perang Ukraina-Rusia pun kemungkinan besar bulan Januari sudah selesai. Ukraina bisa saja dikalahkan Rusia karena anggota NATO dan AS sudah tidak lagi memberikan bantuan senjata ke Ukraina," ucap Ibrahim saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (13/12). 

Sebagaimana diketahui, harga minyak sempat menembus US$ 94 per barel, tertinggi sepanjang 2023 pada Kamis, 14 September 2023. Minyak WTI juga ditutup melesat 1,85% ke posisi US$ 90,16 per barel dan minyak Brent ditutup lompat 1,98% ke posisi US$ 93,7 per barel.

Kenaikan itu merupakan imbas dari ekspektasi pasar atas berkurangnya pasokan yang melebihi kekhawatiran terhadap melemahnya pertumbuhan ekonomi dan meningkatnya persediaan minyak mentah AS.

Baca Juga: Harga Minyak Turun Dalam Delapan Pekan Karena Potensi Kelebihan Pasokan

Research and Development Indonesia Commodity & Derivatives Exchange (ICDX) Girta Yoga menambahkan, fokus utama akan tertuju pada rencana peningkatan produksi AS sebesar 1 juta bph dan pemangkasan produksi OPEC+ sebesar 2,2 juta bph pada kuartal I-2024. Selain itu, tensi geopolitik embargo terhadap Rusia serta pertumbuhan ekonomi global akan mempengaruhi di sisi permintaan.

"Pergerakannya akan tergantung seberapa kuat indikator ini berdampak ke harga. Misalkan kalau OPEC+ kuat menahan jumlah pasokan sementara permintaan ada, maka harganya akan naik," ucap Yoga. 

Perkembangan ekonomi di China juga akan memengaruhi pergerakan harga minyak karena negara ini merupakan konsumen terbesar kedua dan importir terbesar pertama minyak dunia. 

"Pemerintah China sampai akhir tahun 2023 tidak akan terlalu agresif memberikan stimulus. China diperkirakan bakal mulai pelan-pelan meningkatkan stimulusnya di tahun depan," kata Yoga. Ia memprediksi resistance harga minyak mentah berada di US$ 80-US$ 100 per barel, sedangkan support di US$ 60-US$ 40 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati